Kudeta Militer Berakhir Gagal, Begini Nasib Pemimpinnya

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya kudeta yang mengguncang Benin pada akhir pekan lalu meninggalkan jejak ketidakpastian baru, terutama setelah tokoh utama gerakan tersebut menghilang dan nasib para sandera masih gelap.

Dalam perkembangan yang bergerak cepat sejak Minggu (7/12/2025) pagi, kelompok bersenjata yang menamakan diri Committee for Refoundation berusaha menggulingkan pemerintahan negara Afrika Barat itu sebelum akhirnya berhasil digagalkan.

Aksi dimulai ketika kelompok tersebut yang dipimpin perwira Angkatan Darat Benin, Letkol Pascal Tigri, menerobos masuk ke stasiun televisi nasional pada Minggu dini hari.

Dalam siaran singkat yang mengejutkan warga, delapan prajurit tampil mengumumkan pencopotan Presiden Patrice Talon, pembubaran pemerintah, serta penangguhan seluruh lembaga negara.

Namun upaya untuk mengambil alih kekuasaan tak berlangsung lama. Menjelang Minggu sore, militer Benin dengan dukungan kekuatan udara dan darat Nigeria melancarkan serangkaian serangan terhadap para prajurit pembelot yang mundur dari Cotonou.

Sedikitnya selusin tentara ditangkap, sementara sebagian lainnya masih diburu hingga Senin. Lokasi Tigri sendiri tidak diketahui.

Presiden Talon, dalam pernyataan yang dilansir The Associated Press, mengecam keras tindakan tersebut yang ia sebut sebagai "petualangan tidak masuk akal" dan menegaskan bahwa keadaan telah berada di bawah kendali pemerintah.

Ia berjanji menghukum para pelaku serta memastikan keselamatan para sandera, termasuk beberapa yang diyakini merupakan perwira tinggi militer. Talon tidak mengungkap identitas, jumlah korban, maupun jumlah sandera.

Kecaman internasional segera mengalir. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Minggu menyatakan bahwa percobaan kudeta itu akan "makin mengancam stabilitas kawasan."

Dari Nigeria, Presiden Bola Tinubu memuji respon cepat militernya, yang terlibat langsung atas permintaan pemerintah Benin, dengan menyebut bahwa pasukan Nigeria berdiri "sebagai pembela dan pelindung tatanan konstitusional di Republik Benin."

Sementara itu, blok kawasan Afrika Barat, ECOWAS, mengumumkan pengerahan pasukan siaga untuk membantu mempertahankan demokrasi di Benin. Kontingen itu terdiri atas personel dari Nigeria, Ghana, Pantai Gading, serta Sierra Leone, meski jumlah total pasukan belum dipublikasikan.

Pada Senin, situasi di pusat administrasi Cotonou mulai kembali tenang setelah insiden tembakan sesekali terdengar sepanjang Minggu. Meski demikian, pengamanan masih diperketat dengan kehadiran besar-besaran pasukan di jalan-jalan utama.

Benin, yang kerap mengalami rangkaian kudeta setelah merdeka dari Prancis pada 1960, sebenarnya telah menikmati stabilitas demokratis selama dua dekade terakhir. Namun insiden terbaru ini menambah daftar upaya perebutan kekuasaan di Afrika Barat, yang meningkat sejak 2020.

Gelombang kudeta sebelumnya menyapu Mali, Burkina Faso, Niger, Chad, Guinea, Gabon, dan yang paling baru Guinea-Bissau, di mana militer mengambil alih kekuasaan bulan lalu setelah sengketa hasil pemilu.

(luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |