Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Gizi Nasional (BGN) per tanggal 14 September 2025 lalu telah menutup 20 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang menyampaikan penutupan itu menyusul SPPG yang tidak mengantongi sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) dan mengalami kasus keracunan.
"Sampai sore hari ini sudah 20 dapur kita tutup, di atas 14 September sudah 20 dapur," kata Nanik melalui sambungan telepon, Kamis (25/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nanik menyampaikan 20 SPPG itu tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Antara lain di Banggai, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, dan beberapa di wilayah Indonesia Timur.
Pada saat yang sama, Nanik menjelaskan BGN juga memiliki standarisasi seperti SHLS yang dikeluarkan Kemenkes.
Namun, ia menegaskan ke depan BGN akan tegas mewajibkan SPPG untuk taat menerapkan SLHS.
"Sekarang ada ketentuan, kita mau make SLHS, kita wajibkan, sebulan enggak ada SLHS kita tutup," ucap dia.
Belakangan kasus keracunan MBG tengah marak dan menjadi sorotan publik. Per 22 September, BGN mencatat sebanyak 4.711 orang mengalami keracunan MBG.
Angka itu meliputi dari tiga pembagian wilayah. Yakni, Wilayah I (Sumatra), Wilayah II (Jawa), dan Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, hingga Indonesia Timur).
Secara rinci Wilayah I mencapai 1.281 orang, Wilayah II mencapai 2.606 orang, dan Wilayah III sebanyak 824 orang.
Sementara itu, apabila dihitung secara kasusnya, maka BGN mencatat wilayah I terdapat 7 kasus, wilayah II sebanyak 27 kasus, dan wilayah III sebanyak 11 kasus.
Pada wilayah I, angka keracunan tertinggi terjadi di SPPG Sukabumi, Lampung dengan total 503 orang dan SPPG Bengkulu Lebong Sakti Lemeu Pit, Bengkulu di angka 467 orang.
Untuk di Wilayah II, angka keracunan tertinggi ada di SPPG Coblong, Kota Bandung dengan 320 orang mengalami keracunan.
Sementara untuk di Wilayah III, kasus tertinggi ada di SPPG Banggai, Kep. Tingangkung dengan total 339 orang.
Sejak dilaksanakan pada awal Januari lalu, program MBG terus mendapatkan sorotan karena temuan kasus dari mulai menu yang diduga gizinya tak sesuai, temuan hewan, busuk atau basi, hingga kasus keracunan yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Semua permasalahan itu pun mendorong pemerintah agar menyetop dan mengevaluasi MBG.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang juga berada dalam koalisi itu mencatat tren kasus keracunan MBG per 21 September 2025 yang mereka catat mencapai 6.425 kasus.
Jumlah itu mengalami peningkatan 1.092 kasus selama tujuh hari, di mana per 14 September 2025, JPPI mencatat ada 5360 kasus keracunan MBG sejak dilakukan pemerintah awal tahun ini.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam rilis pers pekan ini menyatakan dari data per 21 September yang mereka kumpulkan, jumlah kasus keracunan MBG terbanyak ada di Jabar sebanyak 2012, disusul DI Yogyakarta sebanyak 1.047.
(mnf/kid)