Masih ingatkah Kita akan Genosida di Gaza?

2 hours ago 1

Oleh : Prof dr Basuki Supartono SpOT; Guru Besar UPN Veteran Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Ahad 28 Desember 2024 kemarin, di Taman Ismail Marzuki, Bondan Prakoso mempersembahkan lagu untuk Palestina di acara Adara. Bukan sebagai hiburan, melainkan sebagai panggilan nurani. Di bawah terik matahari Jakarta, Gaza dihadirkan bukan sebagai kabar jauh, tetapi sebagai kenyataan kemanusiaan yang dekat dan nyata.

Masalah Palestina bukan peristiwa yang jatuh dari langit. Ia adalah hasil dari kelakuan para pemimpin negara sekutu zionis. Merekalah yang harus mempertanggungjawabkan semua ini, dengan segala konsekuensinya. Jika di Indonesia pembunuh manusia dihukum mati, maka berapa abad hukuman yang layak bagi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan puluhan ribu anak, perempuan, lansia, jurnalis, dokter, perawat, dan bidan?

Saya masuk ke Gaza  April–Mei 2025. Saya adalah saksi mata kebiadaban Israel. Yang saya saksikan bukan sekadar bangunan runtuh, melainkan bencana kemanusiaan terdahsyat sepanjang abad ini. Tidak ada yang tersisa di Gaza, kecuali harapan dan semangat yang tak pernah padam untuk kemerdekaan Palestina.

Sebagai seorang ahli bedah, saya merasakan betapa sulit dan beratnya melakukan koreksi deformitas pada ibu jari tangan kanan dan jari kaki kanan seorang anak korban bom genosida. Koreksi itu bukan sekadar tindakan medis, melainkan ikhtiar agar tangannya kelak dapat berfungsi untuk menulis, agar ia bisa mencari ilmu dan menjemput masa depan.

Anak itu berusia empat tahun. Ia datang dengan luka bakar akibat bom genosida. Namun luka fisik hanyalah bagian kecil dari tragedinya. Ibunya wafat, ayahnya syahid, adiknya syahid, kakeknya syahid. Kini ia hidup menelusuri lorong kehidupan seorang diri.

Pertanyaannya sederhana, tetapi mengguncang nurani: siapa yang akan menjaganya?

Sementara itu, para pelaku dibiarkan berpesta pora, menikmati gemerlap dunia dan pesta akhir tahun, seolah darah anak-anak Gaza tak pernah tertumpah. Dunia menyaksikan, namun terlalu sering memilih diam.

Seperti tragedi banjir di Sumatera, Gaza kembali mengingatkan kita bahwa bencana, apa pun bentuknya selalu menguji  nurani,  moral, dan tanggung jawab. Air bah merenggut rumah dan kehidupan; bom genosida merenggut masa depan. Namun di tengah kehancuran itu, manusia tetap bertahan, berharap, dan percaya pada keadilan.

Karena melupakan bencana, melupakan genosida, bukan sekadar kemewahan, tetapi kejahatan kemanusiaan. Sebuah pengkhianatan terhadap mereka yang bertahan dalam bencana, bertahan di Gaza, di Tanah Palestina.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |