Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah terus mendorong program hilirisasi industri sebagai strategi utama untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional. Melalui hilirisasi, Indonesia tidak hanya mengekspor bahan mentah, tetapi juga mengolah sumber daya alam menjadi produk bernilai tambah tinggi.
Gebrakan hilirisasi industri dimulai sejak era Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Ia mencanangkan larangan ekspor bahan mentah untuk nikel, tembaga, dan bauksit.
Kebijakan itu dilanjutkan saat tampuk kepemimpinan dialihkan ke Presiden Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prabowo menilai kontribusi hilirisasi sudah mulai terlihat dari kinerja ekonomi nasional. Ia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan, meningkat dari 4,87 persen pada kuartal sebelumnya.
"Ekonomi Indonesia tetap stabil dan layanan publik dapat berjalan efektif. Hasilnya dapat kita rasakan sekarang ekonomi kuartal II 2025 tumbuh 5,12 persen yoy, membaik dari triwulan I 4,87 persen, lebih dari setengahnya adalah kontribusi dari aktivitas konsumsi masyarakat yang meningkat 4,97 persen," kata Prabowo dalam pidato nota keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8).
Menurut Sang Kepala Negara, ekspor Indonesia juga tumbuh 10,67 persen, dengan hilirisasi menjadi salah satu penyumbang utama peningkatan nilai tambah.
Dampak ini turut menurunkan tingkat pengangguran menjadi 4,76 persen dan menekan angka kemiskinan ke level 8,47 persen, yang merupakan rekor terendah sepanjang sejarah.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis industri, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan untuk menjalankan hilirisasi pada sekitar 20 komoditas unggulan, Indonesia memerlukan investasi mencapai US$618 miliar atau sekitar Rp10.224 triliun.
Ia menyebutkan program ini memiliki potensi besar untuk memberikan dampak ekonomi yang luas, baik dari sisi tenaga kerja, ekspor, maupun pendapatan negara.
"Dari 20 komoditas lebih itu, kita membutuhkan investasi kurang lebih sekitar US$618 miliar," ujar Bahlil dalam acara Investor Daily Summit di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (9/10).
Menurut Bahlil, manfaat hilirisasi dapat dirasakan dalam beberapa aspek. Pertama, meningkatkan nilai tambah ekspor. Ia mencontohkan, nilai ekspor nikel pada 2017-2018 hanya sekitar US$3,3 miliar. Setelah ekspor bijih nikel dihentikan dan hilirisasi berjalan, nilai ekspornya melonjak menjadi US$35 miliar-US$40 miliar per tahun pada 2023-2024.
Kedua, menciptakan lapangan kerja baru. Jika seluruh proyek hilirisasi dapat terlaksana, sekitar 3 juta lapangan kerja diperkirakan akan terbuka, terutama di sektor mineral, batu bara, minyak, dan gas.
Ketiga, meningkatkan pendapatan negara. Dengan lebih banyak aktivitas pengolahan di dalam negeri, pemerintah dapat memperoleh tambahan penerimaan dari pajak, royalti, dan kegiatan industri turunan.
Bahlil mengakui kebijakan ini sempat menghadapi penolakan di awal pelaksanaan, terutama ketika ekspor bahan mentah mulai dibatasi.
"Contohnya adalah hilirisasi nikel, saya didemo satu setengah bulan. Mereka katakan kepada saya, 'Kalau ditutup ekspor nikel, bagaimana usaha kami?' Saya katakan, 'Sudahlah, kita ini kan sudah cukup mengirim bahan baku, sudah saatnya kita harus insaf, kalau enggak bisa insaf total, ya sudahlah insaf bertahap," ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran kementerian sebelumnya menyetujui pelaksanaan tahap pertama hilirisasi yang mencakup 21 proyek dengan total investasi sekitar US$40 miliar. Proyek-proyek ini meliputi sektor minyak dan gas, pertambangan, pertanian, serta kelautan.
Salah satu proyek utama adalah pembangunan fasilitas penyimpanan minyak (oil storage) di Pulau Nipah untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Selain itu, pemerintah juga akan membangun kilang berkapasitas 500 ribu barel per hari dan mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi LPG.
"Sekarang kita tidak butuh investor negara semua lewat kebijakan Bapak Presiden dengan memanfaatkan resource dalam negeri. Yang kita butuh mereka adalah teknologinya, yang kita butuh uangnya capex-nya semua dari pemerintah dan dari swasta nasional, kemudian bahan bakunya dari kita, dan off taker-nya pun dari kita," kata Bahlil.
Pemerintah juga menyiapkan proyek hilirisasi di berbagai daerah, termasuk Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Komoditas seperti tembaga, nikel, dan bauksit akan diolah hingga menjadi alumina, sementara sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan ikut menjadi prioritas.
(del/dhf)