Proses penggantian kiswah Kabah di Masjidil Haram menyambut 1 Muharram 1447 Hijriyah, Kamis (26/6/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaum yang berhijrah (Muhajirin) sungguh-sungguh telah melakukan suatu perjuangan besar. Mereka rela meninggalkan tanah kelahiran, keluarga, harta benda, dan segala kepentingan duniawi lainnya. Perjuangannya adalah membangun ekosistem baru yang lebih kondusif bagi perkembangan Islam. Allah menjanjikan kebaikan yang besar kepada mereka.
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui (terjemahan surah an-Nahl ayat 41).
Dalam pengertian yang lebih luas, hijrah tidak hanya berkaitan dengan peristiwa historis tertentu, tetapi juga semangat memperbaiki diri. Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Tidak ada lagi hijrah sesudah pembukaan Kota Makkah, tetapi yang ada jihad dan niat tulus.
Oleh karena itu, peringatan 1 Muharram tahun baru Hijriyah seyogianya menjadi momentum perubahan agar diri dan masyarakat Muslim menjadi lebih baik. Bentuk perayaan 1 Muharram bisa macam-macam, sesuai dengan rona budaya setempat.
Hanya, titik tolaknya tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam. Jangan sampai momentum tahun baru Hijriyah diwarnai perbuatan-perbuatan yang condong pada kemusyrikan atau takhayul.
Di antara bulan-bulan lainnya, Muharram memiliki keutamaan. Inilah bulan yang berjulukan syahrullah atau 'bulan Allah'. Pada bulan Muharram pula, Allah SWT menyelamatkan kaum Nabi Musa AS dari kejaran Firaun.
Sejak zaman Rasulullah SAW, Islam memelihara tradisi yang menggolongkan Muharram sebagai salah satu dari empat bulan haram. Pada bulan ini, dilarang adanya kontak senjata.
Ketentuan itu berlaku kecuali bila kaum Muslimin diserang terlebih dahulu. Mereka boleh membalasnya tanpa berlebihan, sekalipun pada bulan haram dan/atau di Masjid al-Haram, sebagaimana diisyaratkan Alquran surah al-Baqarah ayat 191-194.
Banyak ibadah sunat yang mengambil waktu pada bulan Muharram. Misalnya, puasa sunah pada 9 dan 10 Muharram atau 'Asyura. Ritual ini sesungguhnya sudah ada sejak zaman jahiliyah. Rasulullah SAW rutin melakukan shiam tersebut, sebagaimana ibadah wajib.