Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti meningkatnya risiko penipuan dan kejahatan siber yang membayangi sektor perbankan di tengah pesatnya digitalisasi layanan keuangan.
Hal ini disampaikan Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam acara Fintech Forum di CNBC Indonesia.
Menurut Indah, serangan siber kini menjadi salah satu risiko terbesar secara global. Merujuk laporan Global Risk Report, serangan siber diprediksi akan terus menjadi ancaman utama hingga satu dekade mendatang.
"Risiko ini tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga bisa berdampak pada stabilitas ekonomi secara global," ujarnya.
Indah menjelaskan, ancaman kejahatan digital makin nyata lewat maraknya kasus kebocoran data, ransomware, hingga jual beli data di darknet.
Kemudian, di level nasional, di mana Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan serangan anomali siber tertinggi, sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman.
"Nah ini juga kita melihat bahwa sektor keuangan menjadi salah satu target paling rentan," terangnya.
Di sisi lain, penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia makin masif. Lebih dari 75% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet, dan sekitar separuhnya aktif setiap hari dengan rata-rata penggunaan 7 jam. Aktivitas ini didorong oleh pertumbuhan e-commerce serta pembayaran digital yang kian marak.
Indah menegaskan, dalam menghadapi tantangan tersebut, OJK mendorong agar industri perbankan menyeimbangkan inovasi digital dengan penguatan tata kelola teknologi informasi serta ketahanan siber.
"Kita melihat bahwa perlu adanya dorongan untuk akselerasi inovasi digital. Tapi, di sisi lain kita harus memperkuat tata kelola teknologi informasi dan juga memperkuat ketahanan siber" jelas Indah.
"Jadi kedua ini harus balance, tantangan utama yang kami hadapi saat ini," pungkasnya.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jurus Dompet Digital Lawan Penipuan Yang Kuras Duit Nasabah