Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan yang sempat hangat antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan miliarder Elon Musk kini berubah menjadi konflik terbuka yang panas dan dramatis. Dalam hitungan jam, dua tokoh paling berpengaruh di dunia, presiden dari negara adidaya dan orang terkaya di dunia, saling serang di media sosial sehingga memicu gejolak pasar dan mengguncang peta politik Washington.
Trump mengecam keras Musk, terutama atas kritiknya terhadap rancangan undang-undang pemotongan pajak dan belanja yang diusung Gedung Putih. Tak hanya itu, Trump juga mengancam akan menghentikan seluruh kontrak pemerintah dengan perusahaan-perusahaan milik Musk.
"Cara paling mudah untuk menghemat anggaran kita, miliaran dolar, adalah dengan menghentikan subsidi dan kontrak pemerintah untuk Elon," tulis Trump di platform Truth Social miliknya, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (6/6/2025).
Tak lama setelah itu, pasar merespons negatif. Saham Tesla anjlok 14,3%-penurunan harian terbesar dalam sejarah perusahaan tersebut-dan menguapkan sekitar US$150 miliar atau sekitar Rp2.400 triliun dari kapitalisasi pasar.
Elon Musk tidak tinggal diam. Di platform X miliknya, ia merespons unggahan seorang pengguna yang menyerukan pemakzulan terhadap Trump dengan satu kata: "Yes."
Pernyataan itu segera viral, meski kecil kemungkinan Kongres yang kini dikuasai Partai Republik akan memakzulkan presidennya sendiri.
Tak berhenti di situ, Musk juga menuding bahwa tanpa dukungan dirinya, Trump tak akan memenangkan pemilu. Dalam unggahan lain, ia mengklaim telah menyumbang hampir US$300 juta untuk kampanye Trump dan Partai Republik.
"Tanpa saya, Trump pasti kalah. Betapa tak tahu berterima kasihnya dia," tulis Musk.
Ia juga mengecam kebijakan tarif Trump, menyebutnya berpotensi mendorong Amerika ke dalam resesi di akhir tahun ini.
Ancaman Trump memang bakal berdampak luas karena perusahaan-perusahaan Musk seperti Tesla, SpaceX, dan Starlink memiliki kontrak besar dengan pemerintah AS. Musk bahkan mengumumkan bahwa ia akan mulai menghentikan operasi pesawat luar angkasa Dragon, satu-satunya wahana AS yang mampu mengirim astronaut ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
"Ini akan menjadi gangguan besar dalam program luar angkasa AS," kata seorang pejabat anonim di NASA.
Sudah Diprediksi
Banyak pengamat menilai keretakan ini hanya soal waktu. Keduanya sama-sama memiliki ego besar, gaya komunikasi yang agresif, dan kecenderungan menyampaikan pesan langsung di media sosial. Namun eskalasi kali ini tergolong luar biasa, mengingat hanya enam hari lalu, Trump dan Musk tampil bersama di Gedung Putih dalam konferensi pers yang saling memuji.
Musk sebelumnya menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan, sebuah jabatan strategis yang ia gunakan untuk mendorong pemangkasan belanja federal dan pengurangan birokrasi. Namun kebijakannya memicu konflik dengan sejumlah menteri kabinet dan merusak hubungan internal.
"Lihat, saya dan Elon punya hubungan yang luar biasa. Tapi saya tidak tahu apakah itu masih berlaku," kata Trump di hadapan pers.
Puncak konflik dimulai saat Musk mengkritik keras RUU pajak dan belanja yang diusulkan Trump, menyebutnya undang-undang menjijikkan yang bisa menambah utang nasional antara US$2,4-US$5 triliun.
Trump menuding Musk hanya marah karena RUU itu menghapus insentif pajak untuk kendaraan listrik. "Dia hanya kecewa karena kehilangan keuntungan dari kredit pajak mobil listrik," kata Trump.
Namun Musk membantah, menyatakan bahwa ia tidak keberatan insentif itu dihapus selama "gunungan pemborosan anggaran" juga dihapus. Ia bahkan membuat jajak pendapat untuk 220 juta pengikutnya: "Sudah waktunya buat partai politik baru yang mewakili 80% rakyat di tengah?"
Implikasi Politik dan Ekonomi
Keretakan ini dinilai bisa berdampak besar terhadap peluang Partai Republik dalam pemilu sela mendatang. Musk bukan hanya donatur utama, tetapi juga penghubung Trump dengan miliarder Silicon Valley. Ia juga memiliki pengaruh raksasa di dunia maya.
Sementara itu, meningkatnya fokus Musk pada politik memicu protes di berbagai pabrik Tesla dan membuat investor khawatir bahwa perhatian sang CEO terlalu terpecah, menyebabkan penurunan penjualan global.
"Kerugian hari ini hanya awal. Jika perang dingin antara Trump dan Musk terus berlanjut, sektor teknologi dan luar angkasa AS bisa terguncang," ujar analis pasar dari Global Guardian, Zev Faintuch.
Belum jelas apakah konflik ini akan mereda atau justru meningkat. Namun satu hal pasti: perpecahan antara Trump dan Musk akan menjadi sorotan utama dunia bisnis, politik, dan teknologi dalam waktu lama.
Musk menutup salah satu unggahannya dengan kutipan retoris: "Dulu dia mengecam pemborosan pemerintah. Di mana orang itu sekarang?" - menyiratkan bahwa bahkan di era kekuasaan, seseorang bisa kehilangan prinsipnya.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini: