Peringatan untuk Pedagang Curang: Haram Hukumnya Mengurangi Timbangan dalam Islam

4 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkah membayangkan betapa pentingnya kejujuran, terutama dalam hal berdagang? Di tengah hiruk pikuk transaksi jual beli, integritas menjadi fondasi utama yang tak bisa ditawar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak kembali menegaskan pentingnya hal ini, bahkan menyatakan haram hukumnya bagi pedagang yang melakukan kecurangan dengan mengurangi takaran atau timbangan.

Mengapa demikian? Karena tindakan tersebut jelas-jelas mengandung unsur penipuan dan ketidakjujuran, yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak, KH Ahmad Hudori, mengatakan perbuatan curang semacam ini sangat dilarang dalam ajaran Islam. "Perbuatan itu jelas-jelas haram hukumnya dalam ajaran Islam," ujarnya di Lebak pada Senin (9/6/2025).

MUI Kabupaten Lebak juga secara konsisten mengimbau para pedagang untuk selalu bersikap jujur dan adil dalam setiap proses perdagangan. Ini berarti tidak ada ruang untuk perilaku curang seperti mengurangi takaran atau timbangan secara sengaja. Lebih dari sekadar haram, tindakan curang dan menipu dengan mengurangi takaran ini juga termasuk dosa besar dalam pandangan agama.

Tidak hanya berlaku bagi pedagang, larangan berbuat curang ini juga menyasar pembeli atau konsumen. Jika mereka menambahkan takaran tanpa sepengetahuan pedagang, perbuatan itu juga diharamkan. Baik pedagang maupun pembeli dinilai harus sama-sama menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap transaksi, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Ini adalah prinsip dasar dalam muamalah (interaksi sosial) yang adil dan beretika.

Oleh karena itu, MUI Lebak terus mengajak setiap Muslim untuk menghindari perbuatan curang dan menipu, baik itu dengan mengurangi timbangan maupun takaran. Perintah untuk tidak melakukan kecurangan ini bahkan tertulis jelas dalam Alquran. Dalam proses jual-beli, mengurangi timbangan atau takaran adalah dosa besar.

Sebuah ayat dalam Surat Al-Muthaffifin, yaitu ayat 1-3, secara gamblang menyatakan: "Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). Mereka adalah orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi". Ayat ini menunjukkan betapa seriusnya masalah kecurangan dalam timbangan di mata agama. KH Ahmad Hudori juga berharap agar para pedagang senantiasa bersikap jujur dan amanah, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan keberkahan menyertai setiap usaha.

Dari sisi hukum dan implementasi di lapangan, masalah ini juga menjadi perhatian serius. Kepala Bidang Kemetrologian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak, Agus Reza, mengungkapkan bahwa pihaknya secara rutin melakukan uji tera terhadap alat ukur dan alat timbang milik pedagang di berbagai pasar. Hasilnya, tidak jarang ditemukan alat ukur yang kurang tepat, baik karena modifikasi maupun karena kondisi alat timbang yang sudah berkarat. Agus mengatakan pihaknya terpaksa melakukan perbaikan pada alat timbang, baik yang manual maupun digital, agar takarannya kembali normal.

"Sekitar lima persen pedagang yang curang dengan ditemukan uji tera timbangan tidak normal, sehingga dilakukan teguran dan perbaikan," ujar Agus.

Pemerintah daerah, bersama dengan MUI setempat, terus berupaya mengoptimalkan kegiatan penyuluhan dan edukasi kepada para pedagang. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran agar tidak melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan. Kecurangan dalam pengurangan timbangan ini tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. "Kami berharap pedagang jujur agar konsumen percaya dan membawa keberkahan," ujar Agus.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |