Jakarta, CNBC Indonesia - Kemampuan suatu negara dalam menjaga stabilitas arus pembiayaan di tengah gejolak ekonomi global menjadi penentu daya saing negara tersebut di mata investor.
Untuk mengukur seberapa rentan suatu negara terhadap guncangan jangka pendek, digunakan indikator risiko pembiayaan. Financing risk atau risiko pembiayaan merujuk pada kemungkinan suatu negara atau perusahaan kesulitan menjaga kelancaran aktivitas ekonominya.
Allianz Trade mengklasifikasikan seluruh negara di dunia berdasarkan tingkat risiko pembiayaannya. Dalam klasifikasi tersebut, negara-negara di seluruh dunia dikelompokkan ke dalam 4 kategori berdasarkan tingkat risiko pembiayaan, yakni risiko tinggi, sensitif, sedang, dan rendah.
Berdasarkan data tersebut, terdapat setidaknya 90 negara yang termasuk dalam kategori risiko rendah. Kelompok ini didominasi oleh negara-negara maju serta negara penghasil minyak. Negara yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah Amerika Serikat, Kanada, sebagian besar negara Eropa Barat dan Skandinavia, serta beberapa negara maju di kawasan Asia-Pasifik, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Australia.
Kinerja ekonomi yang bagus serta stabilitas politik menjadi faktor utama yang menopang rendahnya risiko pembiayaan di negara-negara tersebut.
Sementara itu, kelompok risiko tinggi diisi oleh 57 negara, yang merupakan negara-negara berkembang dan negara yang kerap menghadapi konflik.
Sebagian besarnya berasal dari kawasan Sub-sahara Afrika, Timur Tengah, beberapa negara Eropa Timur yang rawan konflik seperti Rusia dan Ukraina. Sejumlah negara yang sedang menghadapi ketidakstabilan politik dalam negeri juga turut melengkapi daftar ini, seperti Myanmar, Venezuela, dan Nepal.
Di samping itu, negara-negara lainnya mengisi kategori risiko sedang dan sensitif.
Data juga menunjukkan bahwa Indonesia menempati kategori negara dengan risiko pembiayaan rendah. Kondisi ini didukung oleh beberapa faktor fundamental.
Berdasarkan laporan Bank Dunia tentang Funding Indonesia's Vision 2045, prospek pertumbuhan ekonomi yang stabil menjadi salah satu faktor penentu rendahnya risiko pembiayaan di Indonesia.
Laporan Bank Dunia tersebut menyatakan bahwa perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh dengan rata-rata sebesar 5,1% selama periode 2024 hingga 2027. Hal ini didukung oleh permintaan domestik yang kuat serta pertumbuhan pada sektor jasa. Pertumbuhan kredit sektor swasta juga sedang diupayakan, salah satunya melalui pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia.
Namun, laporan Allianz Trade juga menegaskan bahwa ketergantungan Indonesia pada pembiayaan eksternal perlu diwaspadai, terutama di tengah tekanan pelemahan rupiah. Di samping itu, sejumlah masalah struktural juga berpotensi menghambat perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.
Persoalan seperti lemahnya penegakan hukum, administrasi perpajakan yang tidak efisien, dominasi sektor informal, hingga kesenjangan infrastruktur juga menandakan adanya kerentanan terhadap risiko jangka panjang.
(mae/mae)