Saat Pasien JKN Bisa Berhemat Puluhan Juta Hingga Bisa Rasakan Perawatan di Rumah Sakit Elite

21 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Saat terbangun di ICU Rumah Sakit Hermina Kota Bandung, badan perempuan berkulit putih itu sudah penuh dengan selang. Ia, terkulai lemas di ruangan sepi yang hanya terdengar suara alat pendeteksi jantung. Sesaat, Ia bingung mengapa telah berada di ruang bernuansa putih. Karena yang diingatnya, sebelum di bawa ke IGD RS Hermina badannya bengkak akibat diduga mengalami keracunan obat.

Sebelumnya, perempuan tersebut merasa selalu sehat. Karena, pola hidup yang dijalaninya selama ini cukup teratur. Ia tak menyangka, hari itu harus dilarikan ke UGD. Sempat terpikir, bagaimana untuk membayar pengobatannya.

"Saya pada April 2020 itu minum obat tapi kayaknya obatnya keras jadi bengkak-bengkak. Seingat saya, di bawa ke IGD ternyata saya tak sadarkan diri dan tiba-tiba terbangun sudah di ICU, katanya sudah tiga hari," ujar Warga Cicaheum Kota Bandung, Yuliati Sumarlina yang akrab disapa Ina (62 tahun) mengenang saat dirinya harus masuk ICU kepada //Republika//, Rabu (30/7/2025).

Menurut Ina, sebelum keracunan obat awalnya ia terus-terusan batuk berdahak. Ia, ingin ke rumah sakit agar bisa diberikan uap sehingga nafasnya lega. Tapi, Ina sebelumnya meminum obat. Namun, ternyata obat yang diminumnya tersebut obat keras, tubuhnya pun tak kuat. Sehingga, Ina tak sadarkan diri. "Alhamdulillah, saat dirawat untung saya sudah menjadi peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional, red) jadi setelah sembuh dari perawatan dan akan pulang tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun, benar-benar gratis," katanya.

Usai keluar dari masa kritisnya selama tiga hari, ternyata tak lantas membuat Ina bernafas lega sepenuhnya. Karena setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, ternyata jantungnya mengalami pembengkakan. Ia pun, harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab jantungnya bengkak.

"Menurut dokter kan penyakit jantung itu ada 2. Yakni, ada jantung coroner dan gagal jantung. Nah, saya ternyata gagal jantung karena ga ada sumbatan tapi memang ada kelainan jantung sejak lahir," kata perempuan yang sudah cukup lama ditinggalkan oleh suami untuk selama-lamanya ini.

Ina pun, harus menerima kenyataan harus berdamai dengan penyakit gagal jantungnya. Karena, seumur hidup Ina harus rutin mengontrol jantungnya ke dokter spesialis dan meminum obat. "Dari 2020 sampai sekarang, setiap sebulan sekali saya harus memeriksa jantung saya ke RS Hermina ke dokter spesialis jantung. Karena kan penyakit jantung bawaan, jadi harus rutin diperiksa," paparnya.

Ina bersyukur, keputusannya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan atau JKN dulu sangat tepat. Karena, ia sangat merasakan manfaatnya sekarang. Setiap bulan, ia cukup membayar iuran JKN Kelas 2 Rp 100 ribu, tapi bisa dengan tenang melakukan pengecekan jantungnya secara rutin setiap sebulan sekali.

"Saya ga kebayang kalau ga ada JKN dan harus bayar pengobatan sendiri. Kalau pasien umum yang bayar ga pakai JKN, sekali periksa konsultasi ke spesialis jantung itu bisa Rp 350 ribu belum obatnya. Ya, setiap bulan kalau ga pakai JKN saya mungkin harus mengeluarkan uang Rp 500 ribu seumur hidup saya," kata Ina yang hanya mengandalkan uang pensiun almarhum suaminya untuk kehidupan sehari-hari.

Ina menjelaskan, saat cek jantung dengan JKN biasanya ia mendapatkan obat, pengecekan laboratorium, rontgen, USG dan lain-lain. Semuanya, ditanggung JKN tanpa ada beban biaya sama sekali. Sementara kalau pasien umum, pasti semua akan dikenakan biaya yang tak sedikit.

Terkait layanan pasien JKN, Ina mengaku, sekarang sudah baik tanpa ada antrean dan menunggu lama. Karena, layanannya sudah disederhanakan. Yakni, dilakukan secara online. Begitu juga, saat mengambil obat di bagian farmasi sudah tak antri lagi. "Enak sekarang ga kayak dulu kan daftarnya online, nanti setelah di rumah sakit tinggal daftar ulang lebih sederhana ga ribet dan tak antri berjam-jam," kata Ina.

Ina pun bersyukur selain tak pusing dengan biaya, sudah hampir 5 tahun ini jantungnya terkontrol dengan baik dan obat pun dosisnya terus berkurang. Ia pernah berhitung, kalau harus setiap bulan mengeluarkan uang untuk kontrol jantung, selama lima tahun ini kemungkinan ia harus mengeluarkan sekitar Rp 30 juta. "Ga kebayang kalau saya selama lima tahun ini tiap kontrol harus mengeluarkan sebesar itu," katanya.

Ina berharap, JKN bisa terus memperbaiki layanan terutama di sistem pembayaran iuran. Karena, ia pernah membayar di minimarket ternyata saat di cek statusnya belum bayar. Ia pun, akhirnya harus membayar lagi agar kartunya bisa digunakan. "Jadi kalau bayar harus melalui bank, kalau minimarket laporannya lama terhubung dengan JKN nya, sistemnya kayak gak otomatis, administrasinya masih lemah yang harus diperbaiki," katanya.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |