Siaga! Hari Ini Ada Pengumuman Penting Tarif AS, Bisa Guncang Dunia

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Rezim tarif yang diberlakukan secara luas oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menghadapi ujian hukum terbesar di Mahkamah Agung AS. Nasib tarif yang dikenakan pada impor dari mitra dagang utama seperti Kanada, Meksiko, dan China kini berada di tangan pengadilan tertinggi AS, dengan potensi dampak besar pada pendapatan negara dan hubungan dagang global.

Mahkamah Agung dijadwalkan mendengarkan argumen pada Rabu (5/11/2025) mengenai penggunaan undang-undang kekuasaan darurat oleh Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memberlakukan tarif besar-besaran terhadap impor.

Jika Mahkamah Agung memutuskan menentang pemerintahan Trump, konsekuensinya bisa sangat serius: administrasi Trump mungkin harus mengembalikan miliaran dolar tarif yang telah dibayarkan oleh importir sejak musim semi dan akan kehilangan sumber pendapatan yang selama ini diklaim Trump "membuat Amerika kaya lagi".

Elizabeth Wydra, presiden Pusat Akuntabilitas Konstitusional, sebuah organisasi nirlaba advokasi hukum di Washington, D.C., mengatakan bahwa pertaruhannya juga besar terhadap berfungsinya demokrasi AS dan Mahkamah Agung.

"Sejauh ini, di pemerintahan Trump kedua, mereka sangat menyetujui perebutan kekuasaan Trump," kata Wydra dalam wawancara dengan CBC News. "Dari sudut pandang pemisahan kekuasaan dan konstitusi, pertanyaannya sangat besar."

Kasus hukum ini berpusat pada pertanyaan konstitusional mengenai batasan kekuasaan kepresidenan dalam mengatur perdagangan luar negeri.

Trump menggunakan undang-undang tahun 1977, International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), untuk mengenakan tarif atas dasar dua 'keadaan darurat nasional' yang ia nyatakan yakni penyelundupan fentanil lintas batas dan defisit perdagangan AS yang dalam dengan beberapa negara.


Namun, pihak yang menentang, termasuk importir dan kritikus hukum, berpendapat bahwa baik defisit perdagangan yang sudah berlangsung lama maupun penyelundupan fentanil bukanlah ancaman yang "tidak biasa dan luar biasa" yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk mengenakan tarif di bawah IEEPA.

Wydra dari Pusat Akuntabilitas Konstitusional mengatakan bahwa baik defisit perdagangan jangka panjang maupun perdagangan fentanil lintas batas sebenarnya bukanlah ancaman yang "tidak biasa dan luar biasa" yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengenakan tarif berdasarkan IEEPA.

"Kalaupun mereka punya, mereka tidak punya kewenangan untuk memberlakukan tarif sebesar itu. Dan kalaupun mereka punya kewenangan itu, mereka tidak punya kewenangan untuk memberlakukan tarif untuk jangka waktu yang tidak ditentukan," ujarnya.


(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Lengkap! Ini Isi Surat Trump Ke Prabowo Soal RI Kena Tarif 32%

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |