Studi Sebut 13 Kampus di RI Diragukan Integritasnya, Ini Respons Kemenristekdikti

2 months ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) merespons penelitian Integrity Risk Index (RI²) yang memasukkan sebanyak 13 kampus di Indonesia ke dalam kategori diragukan. Kemenristekdikti memandang hasil penelitian itu bisa menjadi momentum berbenah bagi kampus di Tanah Air.

Sekjen Kemenristekdikti, Togar Simatupang berharap penelitian itu disikapi dengan perbaikan oleh kampus-kampus yang tercantum. Togar menyadari kampus-kampus di Indonesia masih perlu perbaikan agar semakin maju.

"Suatu penelitian yang pantas dipahami sebagai gambaran bahan reflektif bahwa integritas akademik universitas di Indonesia masih berada pada tahap balig. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar menjadi akil balig. Paling tidak menuju indeks hijau," kata Togar kepada Republika, Kamis (3/7/2025).

Togar menilai hasil penelitian itu dapat menjadi evaluasi kampus. Diantaranya menyangkut peningkatan kualitas dosen dan kredibilitas penelitian.

"Kita perlu membenahi kompetensi dosen komponen berpikir kritis, tanggungjawab, berkeadilan (fairness), dan kredibilitas," ujar Togar.

Diketahui, Integrity Risk Index ialah metode terbaru ini salah satunya didasari telaahan atas proporsi jurnal yang ditarik dari publikasi global Integrity Risk Index adalah metrik gabungan pertama di dunia yang didasarkan pada empiris dan dirancang untuk mengidentifikasi dan membuat profil risiko di tingkat institusi terhadap integritas penelitian.

Dikembangkan oleh Profesor Lokman Meho di American University of Beirut, RI² diciptakan sebagai tanggapan atas kekhawatiran yang berkembang tentang bagaimana pemeringkatan universitas global memberi insentif pada penerbitan berbasis volume dan kutipan dengan mengorbankan integritas ilmiah.

Sistem ini mengevaluasi institusi berdasarkan dua indikator independen dan dapat diverifikasi. Pertama adalah R Rate, yakni jumlah artikel yang ditarik kembali per 1.000 publikasi, yang menunjukkan adanya pelanggaran metodologi, etika, atau kepenulisan yang serius. Metode selanjutnya adalah D Rate, yakni persentase publikasi institusi yang muncul di jurnal yang baru-baru ini dihapus dari Scopus atau Web of Science karena gagal memenuhi standar kualitas atau penerbitan.

Indikator-indikator ini dinormalisasi dan dirata-ratakan untuk menghasilkan skor 0-1, yang menempatkan masing-masing institusi ke dalam salah satu dari lima tingkatan risiko, merentang dari “Red Flag” untuk resiko tertinggi, hingga “Low Risk” berdasarkan kelompok referensi tetap dari 1.000 universitas yang paling banyak menerbitkan dokumen di seluruh dunia.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |