Tersesat di Era Trump: Pariwisata AS Kehilangan Arah dan Rugi Rp 470 T

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia- Di tengah euforia pemulihan pariwisata global, Amerika Serikat (AS) justru menghadapi kenyataan pahit. Kebijakan Presiden AS Donald Trump membuat pariwisata AS merugi.

Ketika negara-negara lain mencetak rekor kunjungan dan belanja wisatawan asing, Negeri Paman Sam diproyeksikan kehilangan hingga US$29 miliar atau sekitar Rp 471 triliun (US41=Rp 16.241) pada tahun ini akibat anjloknya jumlah wisatawan mancanegara. Ironis, mengingat AS masih menjadi ekonomi pariwisata terbesar dunia.

Menurut World Travel & Tourism Council (WTTC), total kontribusi ekonomi sektor pariwisata AS mencapai US$2,36 triliun pada 2024, menempatkannya di puncak global. Namun tahun ini, alih-alih naik, justru AS menjadi satu-satunya negara dari 184 negara yang diproyeksikan mengalami penurunan belanja wisatawan asing.

WTTC dan Tourism Economics mencatat penurunan belanja wisatawan mancanegara AS hingga US$12,5 miliar dibanding tahun lalu. Bahkan jika dibandingkan dengan proyeksi awal pertumbuhan 9% (setara US$16,3 miliar), maka selisihnya mencapai US$25-29 miliar potensi yang hilang.

Tarif Trump, dan Iklim Tak Ramah Wisatawan

Kepada Forbes, presiden WTTC, Julia Simpson, menyebutkan bahwa negara lain tengah menggelar karpet merah bagi turis, sementara AS justru "memasang tanda tutup."

Retorika keras, pembatasan visa, kebijakan imigrasi yang ketat, dan pemotongan anggaran promosi destinasi nasional seperti Brand USA menjadi penyebab utama.

holywood highFoto: ist
holywood high

Kanada menjadi korban paling nyata dari tren ini. Pada 2024, turis Kanada menyumbang 25% dari seluruh turis asing yang masuk ke AS dan membelanjakan hingga US$20,5 miliar.

Namun, pada Mei 2025, kunjungan warga Kanada turun drastis, 38% lewat darat dan 24% lewat udara dibandingkan Mei tahun lalu. Bahkan hotel besar seperti Hyatt menyebut AS kini hanya menjadi "flyover country" alias negara yang dilewati, bukan dikunjungi.

Tak hanya kehilangan wisatawan asing, ketegangan politik juga membuat warga AS sendiri makin resah bepergian ke luar negeri. 

Survei oleh Global Rescue pada Maret 2025 menunjukkan 72% warga AS khawatir akan persepsi negatif terhadap mereka saat bepergian, dipicu oleh kebijakan luar negeri AS dan meningkatnya insiden diskriminasi di perbatasan.

Menurut World Travel & Tourism Council sektor pariwisata menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi banyak negara, utamanya Amerika Serikat.

China berada di peringkat kedua dengan kontribusi US$1,3 triliun, dan diperkirakan akan menyalip AS dalam dekade mendatang berkat kelas menengah yang terus tumbuh dan kebijakan pro-pariwisata seperti pelonggaran visa serta insentif belanja bebas pajak.

Eropa juga masih mendominasi peta pariwisata dunia, dengan lima negara masuk dalam jajaran 10 besar. Mereka unggul berkat warisan budaya, infrastruktur transportasi kuat, dan promosi destinasi yang konsisten.

WTTC menyebut kondisi ini sebagai wake-up call bagi pemerintah AS. Tanpa langkah cepat untuk memulihkan kepercayaan wisatawan global, AS bisa butuh bertahun-tahun untuk kembali ke level sebelum pandemi. Namun saat ini, alih-alih memperkuat promosi, pemerintahan Trump justru memotong anggaran promosi Brand USA hingga 80%.

Nampaknya, di saat negara lain mempercepat langkahnya dalam menyambut wisatawan, Amerika justru mundur perlahan.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |