Sejak menjabat kembali sebagai presiden pada Januari 2025, Trump berupaya memperbaiki dan menghangatkan hubungannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengancam akan mengenakan tarif impor sebesar 100 persen kepada Rusia dan mitra dagangnya jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian konflik Ukraina. Trump memberikan tenggat waktu 50 hari agar Washington dan Moskow dapat menyegel kesepakatan tersebut.
Dalam pertemuan dengan Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, di Gedung Putih pada Senin (14/7/2025), Trump menyatakan ketidakpuasannya terhadap Rusia. Ia mengira AS dan Rusia telah mencapai kesepakatan tentang penyelesaian perang Ukraina dua bulan lalu. Namun hal tersebut hingga kini belum terwujud.
“Kami akan menerapkan tarif yang sangat ketat jika tidak tercapai kesepakatan (mengenai Ukraina) dalam 50 hari, dengan tarif sekitar 100 persen. Anda akan menyebutnya tarif sekunder. Anda tahu apa artinya itu,” kata Trump, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Dalam pertemuan di Gedung Putih, Trump dan Rutte mengumumkan NATO akan membeli persenjataan militer dari AS, termasuk baterai antirudal Patriot. Nantinya, persenjataan tersebut juga akan dikerahkan ke Ukraina.
“Peralatan militer senilai miliaran dolar ini akan dibeli dari Amerika Serikat, untuk NATO, dan akan segera didistribusikan ke medan perang,” ujar Trump.
Menurut Rutte, Ukraina bakal memperoleh sejumlah besar persenjataan yang dibeli NATO dari AS. Sejak menjabat kembali sebagai presiden pada Januari 2025, Trump berupaya memperbaiki dan menghangatkan hubungannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Hal itu sejalan dengan janji kampanyenya yang menyatakan akan mengakhiri perang di Ukraina hanya dalam 24 jam.
Melunaknya sikap Trump terhadap Putin sempat menimbulkan kekhawatiran Pemerintah Ukraina. Kiev cemas Trump akan berpaling dari mereka. Kekhawatiran itu memuncak ketika Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, terlibat debat sengit di hadapan awak media di Gedung Putih pada Februari lalu.
Namun, upaya Trump untuk mendekatkan diri dengan Putin tidak berjalan mulus. Ia justru merasa gusar dan frustrasi terhadap Putin karena Rusia meningkatkan intensitas serangannya ke Ukraina dalam beberapa pekan terakhir.