WHO: 900 Pasien di Gaza Meninggal Akibat Blokade Israel

5 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengungkapkan angka-angka mengkhawatirkan yang mencerminkan krisis medis yang parah di Jalur Gaza. Lebih dari 900 pasien meninggal saat menunggu evakuasi medis akibat pembatasan Israel dalam mengeluarkan izin perjalanan untuk perawatan di luar Gaza.

WHO menjelaskan bahwa sekitar 16.500 pasien masih menunggu persetujuan untuk dievakuasi, termasuk 4.000 anak-anak yang sangat membutuhkan bantuan medis untuk menyelamatkan nyawa. Organisasi tersebut memperingatkan bahwa penundaan lebih lanjut dalam menangani kasus-kasus kritis sama dengan hukuman mati.

Dilansir kantor berita WAFA, WHO juga mencatat bahwa rumah sakit di Gaza beroperasi kurang dari setengah kapasitasnya karena kekurangan bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan penting.

Sejak Mei 2024, organisasi tersebut telah melaksanakan 119 misi evakuasi, berhasil memindahkan 8.000 pasien untuk perawatan di luar Gaza, termasuk 5.500 anak-anak. Namun, ribuan pasien masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan, menghadapi masa depan yang tidak pasti di tengah runtuhnya sistem layanan kesehatan.

Kepala WHO mengatakan lembaganya sedang bekerja di Gaza untuk membangun kembali layanan kesehatan yang hancur dan memindahkan pasien yang terluka parah keluar dari wilayah tersebut satu bulan setelah gencatan senjata disepakati.

Dalam postingan di X, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengucapkan terima kasih kepada 30 negara yang sejauh ini telah menerima pasien dan menyerukan negara lain untuk bergabung, dengan mengatakan “lebih dari 16.500 pasien, termasuk hampir 4.000 anak-anak, sedang menunggu evakuasi untuk menerima perawatan darurat di luar Gaza.” Tedros juga menyerukan agar semua jalur evakuasi dibuka, “khususnya ke Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur”.

Sebuah laporan dari Institut Asuransi Nasional Israel mengungkapkan bahwa 58 persen keluarga Palestina di Israel mengalami kerawanan pangan, dan hanya 10 persen dari rumah tangga tersebut yang menikmati tingkat ketahanan pangan yang tinggi.

Laporan yang dirilis hari ini dan mencakup tahun 2024, menyoroti kesenjangan yang signifikan dalam ketahanan pangan antar populasi. Keluarga Palestina di Israel, khususnya mereka yang memiliki satu atau dua anak, memiliki kemungkinan 3,5 kali lebih besar menghadapi kerawanan pangan dibandingkan dengan keluarga Yahudi non-Haredi. Di antara komunitas Yahudi Haredi, kerawanan pangan mempengaruhi 25 persen rumah tangga.

Lebih dari seperempat rumah tangga di Israel, setara dengan 2,8 juta orang (termasuk lebih dari satu juta anak-anak), melaporkan tidak mampu menyediakan makanan dalam jumlah dan kualitas yang dibutuhkan. Jumlah ini setara dengan 27,1 persen dari seluruh rumah tangga Israel, meskipun ada sedikit penurunan dibandingkan 30,8 persen pada 2023.

Survei tersebut, yang dilakukan antara bulan Mei dan November 2024, melibatkan sampel 5.000 orang dewasa dan didasarkan pada versi singkat survei ketahanan pangan Departemen Pertanian AS, yang mencakup enam pertanyaan tentang kuantitas, kualitas, dan ketersediaan pangan di rumah tangga.

Laporan ini juga menghubungkan kerawanan pangan secara langsung dengan tingkat pendapatan, dan mencatat bahwa hampir separuh rumah tangga di tingkat ekonomi terendah (47,6 persen) mengalami kerawanan pangan. Laporan ini memperingatkan bahwa fenomena ini mempunyai implikasi luas terhadap perekonomian Israel, termasuk berkurangnya produktivitas tenaga kerja, peningkatan biaya perawatan kesehatan, dan dampak negatif terhadap sumber daya manusia generasi muda.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |