YLKI Soroti Kerugian Rp 99 Triliun Akibat Kecurangan Beras

4 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merespons pemberitaan perihal praktik kecurangan standar beras yang disebut merugikan masyarakat. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan potensi kerugian konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.

Menurut Amran, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Polri, Kejaksaan, serta Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) menemukan praktik-praktik kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Misalnya, mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), dan tidak teregistrasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT).

Jika demikian, berarti beras tersebut tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017 maupun Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.

"YLKI sangat menyesalkan adanya temuan tersebut, karena ini menunjukkan hak-hak konsumen diabaikan secara terang-benderang," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Niti Emiliana, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

Niti melanjutkan, sehubungan dengan itu YLKI meminta kepada pemerintah untuk:

  1. Menindak tegas pelaku usaha perberasan yang nyata-nyata merugikan masyarakat konsumen hingga hampir Rp 100 triliun per tahun. Ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai standar. Pelaku usaha terancam melanggar Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp 2 miliar.

  2. Menjaga kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat konsumen tentang kualitas dan kuantitas komoditas beras yang dijual di pasar.

  3. Melakukan revisi UU Perlindungan Konsumen No 8/1999 atau melengkapinya dengan aturan hukum baru yang memberikan sanksi ketat terhadap komoditas esensial, termasuk bahan pangan.

  4. Memihak kepada konsumen terkait komoditas esensial. Pemerintah harus menjamin perlindungan dari penggelembungan harga di atas HET, kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai standar, serta distribusi yang macet yang menyebabkan kelangkaan barang.

  5. Mengawasi secara ketat peredaran beras di pasar agar sesuai standar kualitas dan kuantitas. Pemerintah juga diminta tidak segan memberikan sanksi kepada pelaku usaha, termasuk me-recall beras yang tidak memenuhi standar. Pelaku usaha yang berulang kali melanggar seharusnya langsung dijatuhi sanksi tegas.

  6. Membuka ruang pengaduan bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh praktik kecurangan. YLKI mendorong pemerintah mendirikan posko pengaduan konsumen terkait produk beras, sebagai bahan evaluasi untuk diserahkan kepada pemangku kepentingan.

Dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementan, Kamis (26/6/2025), pemerintah sepakat memberikan waktu dua pekan bagi pelaku usaha pangan untuk melakukan perbaikan dan menghentikan semua bentuk penyimpangan.

"Kami tidak ingin rakyat terus dirugikan. Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum,” ujar Amran.

Mentan mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. Menurut dia, apa yang terjadi menjadi bahan evaluasi bersama. Semua pihak harus mengutamakan kepentingan negara. Ada rakyat di dalamnya.

Amran menekankan, pangan adalah hal yang sangat vital. Pasalnya, ini sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, setiap pelanggaran dalam pengelolaan harus mendapat konsekuensi.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |