Aksi Hari Tani di Yogyakarta, Demonstran Desak Cabut UU Pokok Agraria dari Prolegnas

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gerakan Nasional Pendidikan (GNP) bersama aliansi masyarakat sipil menggelar aksi demonstrasi memperingati Hari Tani Nasional 2025, Rabu (24/9/2025). Massa yang terdiri atas buruh, petani, dan mahasiswa melakukan longmarch dari Jalan Malioboro menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta sambil menyuarakan tuntutannya.

Tuntutan utama demonstran adalah mencabut UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) serta mendorong terlaksananya reforma agraria pada pemerintahan Prabowo–Gibran.

Vara, peserta aksi dari GNP, menyebut masuknya UU Pokok Agraria 1960 ke dalam daftar Prolegnas di urutan ke-61 merupakan ancaman serius bagi kalangan petani. Menurutnya, undang-undang yang mengatur dasar-dasar hukum agraria tersebut adalah benteng terakhir petani dalam menghadapi perusahaan yang merongrong tanah rakyat.

“UU PA 1960 adalah regulasi yang dimenangkan oleh Indonesia,” tegas Vara, Rabu (24/9/25). Ia menambahkan, kehadiran undang-undang itu lahir dari semangat reforma agraria melalui redistribusi lahan.

Dengan masuknya UU PA ke dalam Prolegnas, Vara khawatir negara akan merumuskan kebijakan neoliberal yang lebih mengutamakan kepentingan korporasi di atas kepentingan rakyat.

Ia menyoroti rasio gini penguasaan tanah yang mencapai 0,70. Angka tersebut mengindikasikan adanya ketimpangan, di mana segelintir orang menguasai lahan luas, sementara mayoritas masyarakat hanya memiliki sedikit tanah bahkan tidak sama sekali.

“Negara sampai hari ini tidak pernah berhasil menyelesaikan masalah lahan,” ujarnya.

Vara menegaskan, negara seharusnya menjalankan amanat reforma agraria sebagaimana diatur dalam UU PA 1960. Penyelesaian konflik agraria, lanjutnya, harus dilakukan dari hulu hingga hilir.

Ia juga mengkritik kebijakan pemerintahan sebelumnya yang hanya membagikan sertifikat tanah, tetapi tidak menyelesaikan persoalan pertanian lain, seperti sulitnya akses pupuk, rendahnya harga jual hasil tani di tengkulak, hingga hambatan ekspor komoditas.

Selain itu, Vara menyoroti keberadaan UU Keistimewaan Yogyakarta yang memperkuat klaim kepemilikan tanah kesultanan berupa Sultan Ground dan Pakualaman Ground (SG/PAG).

Menurutnya, aturan tersebut telah memicu konflik agraria di sejumlah wilayah, salah satunya pada kasus lahan Bandara YIA di Kulonprogo.

“Cabut dan hapus UU Keistimewaan serta SG/PAG yang menjadi legitimasi kesultanan untuk mengklaim hak atas Sultan Ground," kata Vera.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |