ASEAN Fokuskan Solusi Alam untuk Atasi Krisis Iklim

1 day ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah meningkatnya tekanan krisis iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati di Asia Tenggara, ASEAN menggelar Forum Sains Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Science Forum/BSF) ke-3 pada 10–11 Juni 2025. Forum ini menegaskan pentingnya sains serta solusi berbasis alam untuk mengatasi krisis iklim.

Diselenggarakan oleh ASEAN Centre for Biodiversity (ACB) bersama BRIN dan World Resources Institute (WRI) Indonesia, forum ini difokuskan pada perlindungan ekosistem berbasis bukti ilmiah.

Forum ini juga menjadi ajang konsolidasi regional untuk mendorong restorasi ekosistem kritis seperti lahan gambut dan rawa sebagai penyerap karbon alami yang mulai tergerus.

“Topik BSF tahun ini sangat tepat waktu, mengingat meningkatnya bencana terkait iklim di kawasan kita. Semua aksi dan kebijakan harus berbasis sains agar mampu menjawab krisis kembar ini secara berkelanjutan,” ujar Direktur Eksekutif ACB, Jerome L Montemayor, yang dikenal sebagai pakar lahan basah, dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (11/6/2025).

Forum ini didukung oleh ASEAN-UK Green Transition Fund melalui proyek EnCORE Wetlands, yang menekankan perlindungan dan pemulihan lahan basah serta gambut sebagai solusi berbasis alam untuk krisis iklim.

Duta Besar Inggris untuk ASEAN, Sarah Tiffin, menyatakan Inggris mendukung penuh forum ini. “Dengan melindungi lahan basah, kita tidak hanya menyerap karbon, tapi juga mendukung keanekaragaman hayati, penghidupan masyarakat, dan ketahanan kawasan,” katanya.

Forum dua hari ini menghadirkan peneliti, pembuat kebijakan, dan pemimpin masyarakat dari seluruh Asia Tenggara. Mereka membahas strategi ilmiah untuk mendukung target-target Kerangka Keanekaragaman Hayati Global Kunming-Montreal, seperti pemulihan ekosistem, pengarusutamaan keanekaragaman hayati dalam kebijakan, dan penguatan kapasitas ilmiah lintas negara.

Direktur Pelaksana WRI Indonesia, Arief Wijaya, menyebut forum ini sebagai ruang penting untuk pertukaran pengetahuan. “Ini saatnya kita belajar dari praktik terbaik dan bersama-sama mencari solusi berbasis sains untuk perlindungan keanekaragaman hayati,” ujarnya.

Forum ini menampilkan empat panel tematik, yakni keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon; solusi iklim berbasis komunitas; penelitian ilmiah untuk mitigasi iklim; serta inovasi dan kisah sukses dalam konservasi. Ada pula kunjungan lapangan untuk memberi gambaran langsung praktik konservasi di tingkat tapak.

Andes Hamuraby Rozak dari BRIN menyebut forum ini penting untuk menyatukan pemahaman lintas sektor. “Dengan membagi pengetahuan dan praktik terbaik, kita bisa memperkuat efektivitas konservasi menuju kawasan yang berkelanjutan dan tangguh,” katanya.

Tak hanya diskusi, forum juga menjadi ruang peluncuran produk pengetahuan dan sistem pendukung keputusan berbasis sains yang terintegrasi dalam Dasbor Keanekaragaman Hayati ASEAN. Forum ini terbuka bagi peserta daring maupun luring.

Biodiversity Science Forum merupakan agenda tahunan ACB untuk mempertemukan komunitas ilmiah kawasan dan mendorong kebijakan berbasis sains dalam konservasi keanekaragaman hayati.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |