Blak-blakan Wamenkeu soal Pajak Pedagang Online: Buat Pendataan

5 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu akhirnya bersuara soal rencana pemerintah memungut pajak pedagang online di marketplace seperti Shopee hingga Tokopedia.

Ia memang tak berbicara rinci, meski ditanyai sejumlah hal teknis seperti tarif pajak, omzet pedagang yang bakal dikenai pajak, sampai kapan waktu pemberlakuannya. Anggito hanya memberikan bocoran tipis-tipis.

"Jangan berspekulasi dulu," kata Anggito selepas Konferensi Pers Deregulasi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang mau kita (Kementerian Keuangan) sampaikan yang sudah diterbitkan menjadi kebijakan. Kan ada proses harmonisasi. Jadi, saya sampai sekarang tidak bisa menyampaikan (rincian teknis) karena ini belum diterbitkan," ucapnya berdalih.

Anggito hanya menegaskan ide memungut pajak para pedagang online bukan barang baru. Ia menyinggung aturan serupa yang pernah dibatalkan pemerintah pada 2019-2020 lalu, tanpa menyebut aturan yang dimaksud.

Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, memang pernah ada aturan Kementerian Keuangan terkait perpajakan transaksi online, tapi dicabut, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 31/PMK.010/2019 tentang Pencabutan PMK Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

Wakil dari Menteri Keuangan Sri Mulyani itu lalu menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sekarang punya dua niat utama untuk memajaki pedagang online.

"Satu, pendataan. Kedua, perlakuan yang sama, yang mirip lah antara (pedagang) yang online sama offline," tegas Anggito.

"Yang (pedagang) non-elektronik kan gak ada masalah ya, semua pakai faktur, dan sebagainya, itu terdata. Yang perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) ini kan belum ada datanya lah begitu. Jadi, kita menugaskan kepada platform (marketplace) untuk mendata siapa saja yang melakukan perdagangan melalui namanya PMSE," jelas Anggito.

Menurutnya, tidak ada beban pajak baru untuk para pedagang. Namun, ia menekankan belum bisa menjelaskan secara teknis. Anggito berjanji bakal merinci besaran tarif dan masalah perpajakan pedagang online itu pada waktunya.

Anggito juga mengklaim para pedagang tidak akan dipungut pajak double. Pasalnya, ada kekhawatiran muncul bagi pedagang offline yang juga berjualan di toko online. Begitu pula pedagang online yang punya toko di beberapa marketplace.

"Enggak, enggak begitu (dipungut pajak double). Ini kan transaksi perdagangan per jenis transaksi. Anda beli, kena (pajak). Kalau di yang offline beli baju kan kena pajak pertambahan nilai, bayar PPN. Tapi yang di PMSE (marketplace/e-commerce) kan kita gak tahu ini karena gak ada datanya, informasinya gak ada," tutur Anggito.

"Sebetulnya kalau sudah dipungut, ya sudah dipungut, gak ada masalah ... Pokoknya tunggu saja sampai diterbitkan, nanti pasti kami akan menyampaikan. Karena sampai sekarang kan belum diterbitkan," tandasnya.

Sedangkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menekankan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap bebas pajak. Begitu pula dengan pedagang online dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tak akan dipungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22.

Di lain sisi, sumber Reuters menyebut besaran pajak pedagang online adalah 0,5 persen dari pendapatan penjual. Ini akan dipungut dari penjual toko online dengan omzet tahunan antara Rp500 juta sampai Rp4,8 miliar.

[Gambas:Video CNN]

(skt/pta)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |