REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Indonesia bergerak cepat merespons keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tetap menjatuhkan tarif impor sebesar 32 persen atas produk asal Indonesia. Tarif tersebut akan berlaku mulai 1 Agustus 2025, atau kurang dari sebulan lagi.
Angka itu lebih tinggi dibanding tarif untuk negara tetangga seperti Malaysia dan Jepang yang hanya dikenakan 24 persen. Meski, Thailand justru terkena tarif lebih tinggi, yakni 36 persen. AS berdalih, tarif tinggi untuk Indonesia dijatuhkan karena tidak ada perusahaan Indonesia yang melakukan aktivitas manufaktur di wilayah AS.
Pada Rabu (9/7/2025), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin langsung delegasi Indonesia dalam pertemuan dengan U.S. Secretary of Commerce Howard Lutnick dan United States Trade Representative Jamieson Greer di Washington DC.
“Kita sudah memiliki pemahaman yang sama dengan AS terkait progres perundingan. Ke depan, kita akan terus berupaya menuntaskan negosiasi ini dengan prinsip saling menguntungkan,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis (10/7/2025).
Pertemuan tersebut menjadi langkah strategis Indonesia untuk mempertahankan keunggulan dagangnya. Sepanjang 2024, ekspor Indonesia ke AS mencapai 26,31 miliar dolar AS, sementara impor dari AS hanya 9,47 miliar dolar AS.
Surplus perdagangan Indonesia terhadap AS pun menyentuh angka 16,84 miliar dolar AS. Komoditas ekspor terbesar Indonesia ke AS antara lain mesin dan perlengkapan elektrik (3,69 miliar dolar AS), pakaian dan aksesori (2,48 miliar dolar AS), serta alas kaki (2,34 miliar dolar AS).
Indonesia menjadi negara pertama yang diterima langsung oleh Pemerintah AS untuk membahas kelanjutan kesepakatan tarif setelah Trump mengumumkan kebijakan tersebut pada 7 Juli. Hal ini mencerminkan pentingnya posisi Indonesia dalam hubungan dagang bilateral.
“Kita ingin meningkatkan hubungan komersial Indonesia dengan AS. Minggu lalu, perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang pertanian dan energi telah menandatangani MoU dengan perusahaan-perusahaan AS untuk pembelian produk unggulan AS dan meningkatkan investasi,” lanjut Airlangga.
Indonesia dan AS juga membuka peluang kerja sama baru di sektor strategis, termasuk pengolahan mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan kobalt. “AS menunjukkan ketertarikan yang kuat untuk memperkuat kemitraan di bidang mineral kritis. Indonesia memiliki cadangan besar nikel, tembaga, dan kobalt, dan kita perlu mengoptimalkan potensi kerja sama pengolahan mineral kritis tersebut,” ungkap Airlangga.
Pemerintah memastikan akan melanjutkan negosiasi dengan AS dengan itikad baik untuk menghasilkan solusi yang adil dan menguntungkan. Perundingan lanjutan akan berlangsung intensif dalam tiga pekan ke depan.
sumber : Antara