Dunia Akui Palestina Tapi Genosida Masih Terjadi di Gaza

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel masih terus melakukan genosida dan bebas melakukan penjajahan di Gaza, Palestina. Sementara sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Portugal dan lainnya baru-baru ini secara resmi mengakui keberadaan dan kedaulatan Negara Palestina.

Direktur Utama Baitul Maqdis Institute, Ustadz Fahmi Salim mengatakan bahwa banyak warga Gaza menyambut pengakuan tersebut dengan skeptisisme. 

"Mereka (warga Gaza) melihat dunia mengakui Palestina, namun genosida dan kehancuran masih terus terjadi," kata Ustadz Fahmi kepada Republika, Selasa (23/9/2025)

Ustadz Fahmi menegaskan, apakah warga Palestina harus membayar harga semahal ini agar dunia mengakui mereka layak memiliki negara. Ini menunjukkan bahwa tanpa tindakan nyata, pengakuan politik saja tidak cukup untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan yang berlangsung di Gaza, Palestina.

Pengakuan negara-negara Barat atas negara Palestina harus dibaca secara kritis agar tidak berhenti pada simbolisme politik belaka dan memberikan makna terhadap perjuangan bangsa Palestina. Meski demikian, Baitul Maqdis Institute juga mengapresiasi pengakuan resmi atas Negara Palestina yang dilakukan oleh sejumlah negara Eropa dan Barat. Langkah ini merupakan bentuk dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina yang telah lama mengalami penjajahan, apartheid, dan penindasan. 

"Meski demikian, pengakuan ini datang sangat terlambat. Rakyat Palestina telah mengalami penderitaan selama lebih dari satu abad dengan kehancuran besar-besaran yang terus berlangsung hingga hari ini, khususnya di Jalur Gaza," kata Ustadz Fahmi.

Ia menegaskan bahwa pengakuan yang terlambat dan dilakukan tanpa langkah nyata hanya akan menjadi hiburan sesaat yang kosong, jauh dari substansi penyelesaian masalah. 

Ustadz Fahmi menegaskan, Inggris, yang kini mengakui Palestina, perlu diingat merupakan pihak yang bertanggung jawab sebagai salah satu aktor utama dalam sejarah awal penjajahan atas Palestina melalui Deklarasi Balfour tahun 1917, yang secara sepihak menjanjikan tanah Palestina kepada gerakan Zionis. 

"Pengakuan yang baru diberikan 108 tahun kemudian (oleh Inggris) ini merupakan ironi sejarah yang menyakitkan bagi bangsa Palestina. Langkah ini tidak cukup jika tidak disertai dengan pertanggungjawaban moral dan politik atas peran historis Inggris dalam tragedi panjang yang menimpa rakyat Palestina," ujar Ustadz Fahmi.

Baitul Maqdis Institute menegaskan pengakuan Negara Palestina seharusnya dibarengi dengan langkah nyata dan tegas untuk memberikan sanksi berat bagi Israel yang sedang menjajah Palestina, yakni dengan penghentian penjualan senjata ke Israel, pemutusan kerja sama militer dan keamanan, pembekuan hubungan ekonomi dan politik dengan Israel, dan menyeret Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, Menteri Keamanan Itamar Ben-Gvir, Menteri Pertahanan Israel Katz, Kepala Militer Eyal Zamir, dan pejabat lainnya yang terlibat genosida ke pengadilan. 

"Tanpa langkah-langkah strategis tersebut, pengakuan ini hanya bersifat simbolik dan tidak berpengaruh terhadap nasib rakyat Palestina," ujarnya.

Baitul Maqdis Institute juga menegaskan bahwa faksi-faksi perlawanan di Palestina berhak untuk terus melawan genosida dan agresi brutal yang dilakukan Israel. Karena perlawanan bersenjata sebagai mekanisme pertahanan diri merupakan salah satu hak bangsa Palestina untuk bisa mempertahankan Tanah Air-nya, kedaulatannya, kebebasannya dari cengkeraman dan agresi Zionis Israel. Hak itu diakui oleh hukum internasional.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |