8000 Hoki Online Situs website Slot Maxwin Indonesia Terbaru Mudah Scatter Banyak
hoki kilat slot List Agen situs Slot Gacor China Terbaru Sering Jackpot Non Stop
1000 hoki ID server Slot Gacor Malaysia Terbaru Gampang Jackpot Non Stop
5000hoki Daftar web Slots Gacor Japan Terbaru Mudah Lancar Win Setiap Hari
7000 hoki Agen server Slot Maxwin China Terpercaya Gampang Lancar Jackpot Banyak
9000 Hoki Online Situs web Slot Maxwin Myanmar Terpercaya Gampang Menang Banyak
List Daftar games Slots Maxwin Japan Terkini Gampang Win Non Stop
Idagent138 login Slot Anti Rungkat Online
Luckygaming138 Daftar Akun Slot Gacor
Adugaming Slot Anti Rungkat
kiss69 Slot Terbaik
Agent188 Daftar Slot Terpercaya
Moto128 login Id Slot Anti Rungkad Online
Betplay138 Daftar Akun Slot Anti Rungkat Terbaik
Letsbet77 Daftar Akun Slot Gacor Terbaik
Portbet88 Daftar Slot Gacor
Jfgaming Id Slot Game
MasterGaming138 Id Slot Anti Rungkat Terbaik
Adagaming168 login Akun Slot Terpercaya
Kingbet189 Id Slot Gacor Terbaik
Summer138 Id Slot
Evorabid77 Id Slot Terpercaya
bancibet Akun Slot Maxwin Terpercaya
adagaming168 Daftar Akun Slot Game
Jakarta, CNN Indonesia --
Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mengaku telah menerima uang Rp200 miliar dari hasil mengurus perkara.
Hal itu disampaikan Zarof saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan atau penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (19/5).
"Dari Rp900 (miliar) sekian itu yang untuk pengurusan itu berapa?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya waktu itu di penyidik saya asal nyebut aja, itu hampir sekitar Rp200 (miliar) saya bilang," jawab Zarof.
Dia mengaku tidak ingat perkara yang diurusnya tersebut. Nilai Rp200 miliar disebutnya juga asal saja saat menjawab pertanyaan dari penyidik.
"Enggak hafal, nilai uang segitu saja di dalam itu aja saya enggak tahu jumlahnya," jawab Zarof.
Uang tersebut diterima Zarof sekitar tahun 2015 dan 2016, dan disimpan di brankas. Uang-uang itu diterima saat Zarof menjabat Sekretaris Ditjen Peradilan Umum (Badilum) MA.
"Dari waktu jadi Ses (Sekretaris Ditjen Peradilan Umum MA) itu saya, itu dari bisnis-bisnisnya mulai dari Ses," tutur Zarof.
"Kalau Direktur Pidana belum?" tanya jaksa.
"Ya, itu saya terus terang dikasih Rp500 ribu, Rp300 ribu," jawab Zarof.
"Terkait dengan Direktur Pidana ataupun Ses Badilum itu memang tupoksi terdakwa kaitannya dengan perkara apa?" tanya jaksa lagi.
"Tidak ada, hanya administrasi," ucap Zarof.
"Artinya, administrasi itu terdakwa mengetahui perkara-perkara itu lagi jalan prosesnya di mana, bukan teknis pokok perkaranya?" cecar jaksa.
"Iya," jawab Zarof.
"Artinya, apakah administrasinya berjalan waktu penanganan perkara itu terdakwa bisa mantau?" tegas jaksa.
"Ya, bisa, artinya bisa mantaunya gini, berkas itu masuk, saya memilah, tugas saya hanya memilah, kalau tidak lengkap dikembalikan ke pengadilan pengaju, kalau lengkap ke Panmud setelah itu kita enggak ikutin lagi," tutur Zarof.
Jaksa pun penasaran dengan cara Zarof memanfaatkan jabatan untuk mengurus perkara. Kata Zarof, semua berawal saat pihak berperkara mendatanginya untuk meminta dipercepat.
"Jadi, begini, biasanya dia datang 'Pak, perkara saya sudah putus', 'Terus?', 'Saya minta dipercepat pak'. 'Wah, nanti dulu berkasnya sudah kembali ke tempat kita belum', tapi itu berjalannya waktu hanya 2 tahun atau apa sudah tidak lagi, modelnya sudah berubah, semua perkara langsung dari Panmud," jawab Zarof.
"Berarti ada proses yang tadinya belum online masih bisa di-keep secara manual ya?" tanya jaksa.
"Iya itu keep secara manual hanya sebatas kalau perkara itu sudah putus minta dipercepat pengiriman putusannya," jawab Zarof.
Dalam persidangan sebelumnya, Zarof mengatakan pernah menerima uang Rp50 miliar terkait dengan pengurusan perkara perdata yang melibatkan Sugar Group Company melawan PT Mekar Perkasa dan Marubeni Corporation.
Adapun Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah Rp5 miliar kepada ketua majelis kasasi MA hakim agung Soesilo.
Upaya tersebut dengan maksud untuk mempengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur sebagaimana putusan PN Surabaya Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.
Perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Soesilo dengan hakim anggota Sutarjo dan Ainal Mardhiah.
Pada Selasa, 22 Oktober 2024, MA membatalkan vonis bebas Ronald Tannur dan menghukum yang bersangkutan dengan pidana lima tahun penjara.
Namun, putusan perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion oleh ketua majelis Soesilo. Menurut dia, dari fakta di persidangan, tak ada niat jahat atau mens rea dari Ronald Tannur untuk membunuh Dini Sera Afriyanti.
Zarof juga didakwa menerima gratifikasi kurang lebih sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
Seiring proses berjalan, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan Zarof sebagai tersangka kasus dugaan TPPU. Sejumlah aset Zarof yang diduga bersumber dari hasil korupsi telah diblokir.
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 10 April 2025.
(ryn/wis)