Fenomena Doomscrolling: Psikolog Ungkap Dampak Buruk dan Cara Mengendalikannya

3 hours ago 2
 FreepikDoomscrolling (ilustrasi). FOTO: Freepik

SEKITARSURABAYA.COM, SURABAYA -- Belakangan ini, linimasa media sosial kerap dipenuhi berbagai kabar buruk yang membuat publik merasa cemas. Kondisi tersebut mendorong sebagian orang terus-menerus mencari, membaca, atau menonton informasi negatif, fenomena yang dikenal dengan istilah doomscrolling.


Psikolog Universitas Airlangga (Unair), Atika Dian Ariana menjelaskan, doomscrolling merupakan perilaku kompulsif sebagai manifestasi kecemasan dalam menghadapi ketidakpastian.


Menurutnya, manusia secara naluriah terdorong untuk memahami situasi dan berusaha mengendalikan ancaman.


“Doomscrolling ini semacam dorongan untuk menyelamatkan diri. Dengan mencari informasi, manusia merasa bisa mengendalikan hal-hal yang negatif atau mengancam,” ujarnya, Jumat (19/9/2025).


Dampak Doomscrolling


Meski terlihat sebagai insting bertahan hidup, Atika menegaskan doomscrolling tidak benar-benar membantu. Sebab, paparan informasi negatif secara berulang justru memengaruhi pikiran dan emosi hingga memicu stres.


“Scrolling itu kan bukan aktivitas yang betul-betul memberikan solusi. Dalam situasi tidak menentu, seperti pandemi atau kerusuhan, kita tidak tahu kapan semua itu berakhir, sehingga sulit dikendalikan,” jelasnya.


Lebih jauh, doomscrolling juga berisiko menimbulkan rasa khawatir berlebih yang dapat mengganggu aktivitas harian. Jika berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan baik fisik maupun mental.


“Ketika cemas atau stres, tubuh ikut menegang seolah bersiap menghadapi ancaman. Lama-lama bukan hanya pikiran yang lelah, tapi juga tubuh kita,” tambah Atika.


Cara Mengendalikan Doomscrolling


Untuk meminimalisir dampak buruknya, Atika menekankan pentingnya meningkatkan literasi media. Individu disarankan lebih selektif memilih sumber informasi yang kredibel agar benar-benar bermanfaat.


Selain itu, membatasi paparan media dengan mengalihkan perhatian pada aktivitas produktif juga menjadi langkah penting. Misalnya olahraga, memasak, membersihkan rumah, menekuni hobi, hingga kegiatan spiritual.


“Ada hal-hal yang bisa kita kendalikan, tapi ada juga yang harus kita kembalikan kepada Tuhan. Kalau bisa menyeimbangkan aspek itu, emosi akan lebih terkelola,” tuturnya.


Sebagai langkah terakhir, jika upaya sederhana tidak cukup, Atika menyarankan agar tidak ragu mencari dukungan dari orang terdekat maupun bantuan profesional.


“Dibandingkan doomscrolling, lebih baik kita alihkan ke aktivitas produktif. Kalau sudah merasa tidak tertolong, jangan ragu mencari bantuan profesional,” ucapnya.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |