Hak Atas Tanah 190 Tahun di IKN Dihapus, Nusron Janjikan Insentif Lain

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan proses pembatalan hak guna usaha (HGU) 190 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN) atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan menghambat proses investasi.

Adapun pembatalan ini berdasarkan putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor: 185/PUU-XXII/2024. MK juga memutuskan pemberian hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai (HP) 160 tahun di IKN tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sehingga harus dianulir.

"Ya kita ikuti keputusan hukum, MK-nya memutuskan ya kita ikut," kata Nusron saat ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Senin (24/11/2025).

"Saya yakin lebih baik ada keputusan begitu [sesuai MK]. Dan saya yakin tidak akan terpengaruh," lanjutnya.

Adapun pemberian HGU 190 tahun ini menjadi bagian dari karpet merah kepada investor yang diterbitkan di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

Meski begitu, Nusron meyakini, pemerintah akan memberikan insentif pengganti agar semakin banyak investor yang minat masuk ke megaproyek IKN.

"nanti saya yakin pemerintah akan berpikir untuk memberikan insentif lain. Selain insentif HGU gitu," ujarnya.

Dia pun menjamin, sistem evaluasi, monitoring, dan tata kelola pertanahan di IKN akan terus diperkuat guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Sebagai informasi, putusan ini berawal dari pengajuan oleh Pemohon Prinsipal Stepanus Febyan Babaro dan Kuasa Hukumnya Syamsul Jahidin untuk pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara.

Pemohon mendalilkan terdapat dua regulasi berbeda mengenai jangka waktu HGU, HGB dan Hak Pakai yaitu dengan diberlakukan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN dan aturan sama terdapat dalam Pasal 9 Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Selain itu, Pemohon mengungkapkan, UU IKN dan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak memiliki HGU, HGB, dan Hak Pakai. Disebutkan, hal ini membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pemohon menegaskan, pemberian hak atas tanah dengan durasi yang terlalu lama dapat mengorbankan kepentingan generasi mendatang

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan, Pasal 16A ayat (2) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai

"Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak guna bangunan, diberikan hak, paling lama 30 tahun; perpanjangan hak, paling lama 20 tahun; dan pembaruan hak, paling lama 30 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi," katanya, dikutip dari situs resmi MK, Senin (17/11/2025).

"Kemudian, Pasal 16A ayat (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Dalam hal HAT yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7) dalam bentuk hak pakai, diberikan hak, paling lama 30 tahun; perpanjangan hak, paling lama 20 tahun; dan pembaruan hak, paling lama 30 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi," ucapnya.

Memperlemah Posisi Negara

Terkait Pemohon yang menguji Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dan Penjelasannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengungkapkan, terdapat ketidaksesuaian Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 dan Penjelasannya. Hal ini karena norma Pasal a quo menentukan, HAT-dalam hal ini HGU-diberikan melalui 1 (satu) siklus dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua. Pemberian HAT melalui satu siklus tersebut menimbulkan kesan seolah-olah HGU langsung diberikan selama 95 (sembilan puluh lima) tahun.

Sementara itu, Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menyatakan pemberian HAT secara bertahap diatur masing-masing tahapan tersebut dalam Penjelasan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023.

Menurut Enny, hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan, sekalipun terdapat ketentuan yang menyatakan pemberiannya didasarkan pada kriteria dan tahapan evaluasi.

"Sebab, persoalannya terletak pada perumusan norma pokok yang menentukan atau menggunakan frasa melalui 1 (satu) siklus dan dapat diberikan kembali untuk 1 (satu) siklus kedua, yang menurut Mahkamah maknanya sama dengan memberikan batasan waktu yang sekaligus, yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21- 22/PUU-V/2007," ucap Enny.

Belum lagi, sambungnya, ditentukan pula dalam norma Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 jumlah waktunya adalah 95 tahun untuk 1 siklus pertama HGU dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 siklus kedua dengan jumlah 95 tahun, yang apabila diakumulasi dari kedua siklus tersebut menjadi 190 tahun.

"Ketentuan ini tidak sejalan atau memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Setelah Mahkamah mencermati Penjelasan Umum UU 21/2023 dinyatakan bahwa salah satu maksud perubahan UU 3/2022 pada pokoknya untuk melakukan pengaturan jangka waktu HAT yang kompetitif," ujar Enny.

(chd/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |