Hari Tani Nasional: Alih Fungsi Lahan dan Regenerasi Jadi PR Besar Pertanian

4 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pada Selasa (24/9/2025), Indonesia memperingati Hari Tani Nasional ke-62. Momentum ini menjadi pengingat pentingnya tantangan yang dihadapi petani di era modern.

Beberapa bulan lalu, tepatnya pada Juli 2025, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menekankan pentingnya optimalisasi lahan pertanian demi mencapai kemandirian pangan.

Ia mengingatkan agar lahan pertanian tidak dialihfungsikan untuk sektor lain. “Pulau Jawa paling subur, tapi hampir 100 ribu hektare lahan sudah dialihfungsikan. Ini harus berubah. Semangatnya harus ada perubahan,” kata Zulhas, dikutip Rabu (24/9/2025).

Saat kunjungan kerja ke Semarang, Zulhas juga menyoroti alih fungsi lahan di Jawa Tengah, termasuk di Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Ia meminta bupati dan wali kota serius menyikapi isu ini. “Sebenarnya lahan sawah dilindungi itu sudah tidak boleh berubah,” ujarnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Mohammad Yadi Sofyan Noor, menilai alih fungsi lahan menjadi industri dan properti harus segera diantisipasi. Ia mendorong aturan tegas untuk melindungi lahan produktif. Menurut dia, kebutuhan sektor lain sebaiknya diarahkan ke tanah marginal yang kualitasnya rendah untuk pertanian.

Pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, mengatakan konversi lahan tetap menjadi ancaman sistemik bagi ketahanan pangan. “Saat lahan subur di Pulau Jawa terus dikonversi tanpa peningkatan produktivitas, produksi menurun sementara permintaan pangan naik,” katanya.

Eliza menambahkan, lahan baru di luar Jawa belum setara produktivitas maupun infrastrukturnya. Konversi lahan juga membuat petani kehilangan aset penting. Tanpa kemampuan adaptasi, mereka berisiko terjebak dalam kemiskinan.

“Banyak petani tidak memenuhi syarat kerja di pabrik karena pendidikan dan usia. Apalagi mayoritas petani sudah berusia tua,” ujarnya.

Petani modern pun kesulitan membeli lahan karena harga semakin mahal. Lahan nonpertanian lebih mahal, sementara lahan murah biasanya jauh, infrastrukturnya minim, dan kualitas tanah rendah.

“Konversi lahan juga akan menyebabkan degradasi tanah, krisis air, hingga defisit pangan. Tantangan lain adalah akses teknologi terbatas dan regulasi PLP2B yang belum efektif,” kata Eliza.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan komitmennya menjaga Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Saat menerima Gubernur Jawa Barat, ia menyampaikan, jika ada alih fungsi lahan, maka harus ada pengganti minimal tiga kali lipat luasnya.

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono juga menekankan perlunya kompensasi memadai. “Kalau satu hektare di Jawa, gantinya tidak bisa satu hektare di Kalimantan. Bisa lima atau sepuluh kali lipat,” ujar Mas Dar.

Selain lahan, tantangan lain adalah pupuk dan benih. Eliza menyoroti distribusi pupuk dan benih yang belum optimal, serta masih adanya pungutan liar. Ia menekankan pentingnya riset dan pengembangan bibit sesuai kondisi lokal.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |