Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Singapura kembali menanjak dan mencapai level tertinggi dalam hampir satu tahun pada Oktober 2025. Angka ini melampaui proyeksi para analis dan mengisyaratkan tekanan harga yang mulai menguat di tengah pemulihan ekonomi negara tetangga RI tersebut.
Harga konsumen naik 1,2% secara tahunan (yoy), tertinggi sejak Agustus 2024 dan di atas prediksi ekonom Reuters sebesar 0,9%. Kenaikan ini juga lebih tinggi dari inflasi September yang berada di 0,7%.
Inflasi inti, yang indikatornya tidak memasukkan biaya akomodasi dan transportasi pribadi, juga melonjak menjadi 1,2%,. Ini naik signifikan dari 0,4% pada September dan lebih tinggi dari perkiraan 0,7%.
"Angkanya memang tidak mengkhawatirkan, tapi cukup untuk menimbulkan kecurigaan," ujar analis eToro, Zavier Wong, seperti dikutip CNBC International pada Senin (24/11/2025).
Ia kemudian menekankan bahwa lonjakan terutama dipicu oleh sektor tertentu seperti kesehatan dan transportasi pribadi. Secara bulanan, inflasi umum cenderung stagnan, sementara inflasi inti naik 0,5%.
"Masyarakat masih berbelanja, hanya saja tidak dengan keyakinan yang mendorong harga lebih tinggi. Sampai itu berubah, sulit melihat inflasi yang lebih luas meningkat dengan sendirinya," tambahnya.
Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) menyebut inflasi inti terdorong oleh kenaikan pada sektor jasa, makanan, dan ritel, sementara penurunan harga listrik dan gas lebih ringan dibanding bulan-bulan sebelumnya. Inflasi umum juga dipicu oleh kenaikan harga transportasi 3,4% serta biaya kesehatan yang melompat 4%.
Kenaikan inflasi muncul setelah pemerintah Singapura menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 4% dari sebelumnya 1,5%-2,5%. Ekonomi kuartal ketiga tumbuh 4,2% yoy, melampaui ekspektasi dan menyusul ekspansi 4,7% pada kuartal kedua.
MTI menyatakan ketahanan ekonomi global lebih baik dari perkiraan, namun memperingatkan perlambatan pada 2026 seiring tarif Amerika Serikat yang membebani permintaan global. Produk ekspor Singapura ke AS masih dikenakan tarif dasar 10%, meski kedua negara memiliki perjanjian perdagangan bebas.
Sebagai negara dengan porsi perdagangan sangat besar, lebih dari 320% terhadap PDB berdasarkan data Bank Dunia. Perubahan dinamika global sangat mempengaruhi kinerja Singapura.
Pada kuartal ketiga, ekspor non-migas (NODX) turun 3,3% akibat lemahnya pengiriman farmasi dan petrokimia. Namun, pada Oktober, NODX kembali melesat 22,2% yoy, ditopang ekspor emas nonmoneter dan produk elektronik.
Sementara itu, Otoritas Moneter Singapura (MAS) mempertahankan kebijakan moneternya dalam rapat Oktober, sambil memperkirakan inflasi 2025 berada di kisaran 0,5%-1%. Namun prospek inflasi jangka menengah diperkirakan meningkat.
"Inflasi inti dan umum kemungkinan akan menembus di atas 1% pada 2026," kata Kepala Riset Makro Regional Maybank, Chua Hak Bin.
Ia menjelaskan bahwa kenaikan tarif transportasi umum, pajak karbon yang lebih tinggi, serta pungutan bahan bakar berkelanjutan pada tiket pesawat akan menjadi pendorong utama.
"Kenaikan harga konsumen juga akan didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, penurunan suku bunga, dan peningkatan pertumbuhan kredit," tambah Chua.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

1 hour ago
1
















































