Jakarta, CNN Indonesia --
Ketika sedang jatuh cinta atau diam-diam mengagumi seseorang, ada satu sensasi klasik yang hampir selalu muncul: butterflies di perut.
Bukan kupu-kupu sungguhan, tentu saja, melainkan rasa berdebar dan geli seperti ada sesuatu yang mengepak-ngepak di dalam perut, mirip adegan tatap-tatapan ala Bridgerton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, sensasi itu bukan hanya imajinasi. Ada alasan fisiologis mengapa perut bisa ikut 'terbang' setiap kali Anda didekatkan dengan gebetan, pasangan baru, atau bahkan pasangan yang sudah lama bersama.
Para ahli hubungan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh.
Menurut Alexandra H. Solomon, psikolog klinis dari Northwestern University, sensasi ini bisa muncul karena berbagai pemicu, baik dari dalam diri maupun dari interaksi kecil dengan orang yang Anda sukai.
Membayangkan kencan pertama, mendapat pujian tak terduga, atau sekadar bersentuhan tangan bisa menciptakan gelombang antisipasi dan kecemasan.
"Itu menciptakan sensasi seperti dorongan adrenalin sekaligus rasa deg-degan," ujarnya, melansir Shape.
Menariknya, momen yang dulu pernah memicu butterflies bisa kembali muncul bertahun-tahun kemudian. Solomon bercerita bahwa hingga 30 tahun menikah, ia masih merasakan sensasi yang sama setiap kali mengingat momen romantis awal bersama suaminya.
Menurutnya, memori-memori manis itu bisa menjadi fondasi hubungan jangka panjang, pengingat positif ketika hubungan memasuki masa-masa sulit atau rutinitas yang membosankan
Sains di balik sensasi 'Butterflies'
Tentunya sensasi ini juga bukan hanya 'rasa' semata. Ternyata ada penjelasan ilmiah di balik munculnya kupu-kupu di dalam perut saat jatuh cinta.
Berikut penjelasannya:
1. Norepinefrin: bahan bakar deg-degan
Helen E. Fisher, antropolog biologis dan peneliti senior di The Kinsey Institute, menjelaskan bahwa pelepasan norepinefrin dapat menjadi penyebab utama 'kupu-kupu' itu.
Zat ini berfungsi sebagai hormon sekaligus neurotransmitter yang naik ketika tubuh mengalami stres atau ketertarikan. Otak juga kesulitan membedakan antara rasa takut dan gairah, sehingga reaksi tubuhnya bisa mirip, antung berdebar, tubuh lebih waspada, nafsu makan turun, hingga muncul sensasi geli di perut.
Respons ini sebenarnya adalah bagian dari mekanisme fight-or-flight. Namun dalam konteks cinta, efeknya justru membantu seseorang tampil lebih impresif di depan pasangan.
2. Dopamin: hormon 'good mood'
Dopamin, si hormon bahagia juga ikut bermain. Hormon ini dilepaskan saat kita melakukan hal menyenangkan, termasuk berbincang atau menghabiskan waktu dengan orang yang menarik perhatian kita.
Menurut Fisher, kombinasi norepinefrin dan dopamin inilah yang memunculkan reaksi tubuh seperti mulut kering, lutut lemas, hingga gagap saat bertemu orang yang kita taksir.
3. Otak-usus: sistem saraf enterik
Solomon menambahkan bahwa sensasi butterflies bisa bermula dari usus. Sistem pencernaan memiliki jaringan sarafnya sendiri yang disebut enteric nervous system (ENS), atau sering disebut sebagai 'otak kedua'.
ENS terhubung langsung dengan otak melalui jalur saraf dan menggunakan neurotransmitter yang sama, termasuk dopamin. Karena itu, emosi seperti gugup, bersemangat, atau terangsang bisa memengaruhi kondisi perut.
Inilah alasan mengapa saat gugup, sebagian orang mengalami ketidaknyamanan pencernaan atau muncul gut feeling. Begitu pula saat bertemu orang yang membuatmu deg-degan.
Sensasi butterflies adalah kombinasi unik antara biologi, psikologi, dan pengalaman emosional. Dia bisa menjadi tanda antisipasi, kegembiraan, atau sekadar reaksi tubuh yang bingung antara cemas dan jatuh cinta.
Namun yang jelas, dia adalah bagian alami dari perjalanan romantis yang membuat jatuh cinta selalu terasa istimewa.
(tis/tis)

1 hour ago
1
















































