Peringatan Bahaya: Bitcoin Bisa Ngamuk di Thanksgiving Akhir November!

1 hour ago 1

Jakarta,CNBC Indonesia - Pergerakan harga Bitcoin (BTC) menjelang perayaan Thanksgiving di Amerika Serikat (AS) kembali menjadi sorotan.

Thanksgiving yang dirayakan sebagai ungkapan syukur atas panen, rezeki, dan berkah selama satu tahun digelar tiap Kamis keempat di bulan November dan untuk tahun ini jatuh pada 27 November.

Berdasarkan data historis dalam rentang waktu 27 Oktober hingga 27 November, pasar kripto menunjukkan volatilitas ekstrem yang sangat bergantung pada kondisi makroekonomi global.

Tahun 2025 ini, data menunjukkan Bitcoin mengalami koreksi tajam sebesar -19,78%, kontras dengan reli +42,46% yang terjadi pada periode yang sama tahun 2024.

Apa yang sebenarnya menggerakkan harga di tanggal-tanggal keramat tersebut? Berikut adalah bedah data historis dan analisis makroekonomi dari tahun ke tahun:

2016 (Naik +6,09%): Awal Era Trump & Ketidakpastian Di periode ini, dunia dikejutkan oleh kemenangan Donald Trump dalam Pemilu AS. Secara makro, pasar saham global awalnya panik, tapi kemudian berubah cepat menjadi optimisme kebijakan pajak. Bitcoin saat itu mulai dilirik sebagai "aset aman" (safe haven) alternatif di tengah ketidakpastian politik global dan devaluasi Yuan China. Sentimennya masih wait and see, makanya naiknya belum terlalu meledak, tapi fondasinya sudah kuat.

2017 (Naik +67,70%): Banjir Likuiditas Ritel & Legitimasi Institusi
Secara makroekonomi, tahun ini adalah pesta "uang murah". Ekonomi global tumbuh serempak, dan selera risiko investor (risk appetite) sedang sangat tinggi. Puncaknya di bulan November ini adalah pengumuman CME (bursa derivatif terbesar dunia) yang akan meluncurkan Bitcoin Futures. Ini dianggap sebagai "lampu hijau" dari Wall Street bahwa Bitcoin adalah aset sah. Kombinasi ekonomi yang ngebut dan hype institusi bikin harga terbang.

2018 (Turun -41,93%): Pengetatan The Fed & Perang Saudara
Ini tahun yang berat. Secara makro, The Fed (Bank Sentral AS) sedang agresif menaikkan suku bunga (Quantitative Tightening) yang bikin Dolar AS menguat dan aset berisiko (saham & crypto) rontok karena likuiditas ditarik. Situasi diperparah oleh kejadian internal crypto: "Hash War" Bitcoin Cash. Jadi, sudah uang ketat dari sisi makro, ditambah penambang harus jual aset buat perang hash, hasilnya pasar capitulation (menyerah).

2019 (Turun -21,59%): Perang Dagang & Kekecewaan China Makroekonomi didominasi oleh ketegangan Perang Dagang AS-China. Awalnya Bitcoin naik karena Presiden China, Xi Jinping, memuji blockchain di akhir Oktober. Tapi masuk November, narasi makro berubah jelek karena data manufaktur global melambat dan China malah memperketat aturan crypto (bukan mendukungnya). Investor sadar bahwa "Blockchain China" bukan berarti "Beli Bitcoin", jadi mereka buang barang (panic selling).

2020-2024: Pandemi, Inflasi, dan ETF 2020 (Naik +24,94%): Pencetakan Uang Gila-gilaan (QE)
Ini adalah respons langsung terhadap pandemi. Bank sentral seluruh dunia mencetak uang dalam jumlah rekor (Quantitative Easing) untuk menyelamatkan ekonomi. Dolar AS melemah drastis, dan investor institusi besar mulai takut inflasi uang fiat. Di bulan November ini, narasi "Bitcoin sebagai Emas Digital" mencapai puncaknya. Perusahaan seperti PayPal masuk, dan manajer investasi makro mulai memindahkan uang dari obligasi ke Bitcoin sebagai lindung nilai.

2021 (Turun -7,29%): Puncak Inflasi & Sinyal Rem The Fed
Bulan November 2021 adalah titik balik. Secara makro, inflasi AS mulai tidak terkendali, dan The Fed akhirnya mengakui bahwa inflasi ini bukan "transisi" belaka. Mereka memberi sinyal akan setop cetak uang dan segera menaikkan bunga. Pasar merespons negatif. Walaupun sempat sentuh harga tertinggi (ATH) di awal bulan karena ETF Futures, sentimen makro yang berubah hawkish (ketat) dan munculnya varian Omicron di akhir bulan bikin investor langsung cabut modal (risk-off).

2022 (Turun -18,73%): Uang Mahal & Krisis Kepercayaan

Makroekonomi 2022 adalah mimpi buruk: Suku bunga naik sangat tinggi dan sangat cepat untuk lawan inflasi. Uang jadi "mahal". Aset berisiko seperti saham teknologi dan crypto dihajar habis-habisan. Di tengah kondisi makro yang sudah rapuh ini, bursa FTX bangkrut di bulan November. Jadi, investor institusi yang sudah tertekan oleh kebijakan The Fed, makin punya alasan kuat untuk keluar total dari pasar crypto karena takut efek domino.

2023 (Naik +9,43%): Harapan Pivot & ETF Spot

Kondisi makro mulai stabil. Inflasi AS mulai turun, dan pasar berspekulasi bahwa The Fed sudah selesai menaikkan bunga (The Fed Pivot). Dolar AS (DXY) mulai melemah, memberikan nafas bagi aset risiko. Di periode November ini, narasi utamanya adalah antisipasi persetujuan ETF Bitcoin Spot oleh BlackRock. Pasar bergerak naik karena "Smart Money" mulai menyicil beli (front-running) sebelum persetujuan resmi di Januari tahun depannya.

2024 (Naik +42,46%): Siklus Pelonggaran & Pasca-Halving

Tahun ini makroekonomi kembali mendukung. Bank sentral global mulai memangkas suku bunga (pelonggaran likuiditas), membuat biaya pinjaman lebih murah dan uang lebih banyak beredar. Ditambah efek supply shock pasca-Halving di bulan April yang baru terasa dampaknya di akhir tahun. Arus dana dari ETF institusional juga stabil. Ini adalah kombinasi sempurna antara suplai yang sedikit dan uang yang berlimpah di pasar.

Kenapa Sekarang Merah (-19,78%)?

Tahun 2025 mencatatkan penurunan signifikan menjelang Thanksgiving. Analis menilai fenomena ini disebabkan oleh Rotasi Aset & Realisasi Profit.

Secara makro, di akhir 2025 ini kemungkinan besar terjadi "Rebound Inflasi" atau ketakutan akan resesi (Hard Landing). Jika ekonomi melambat, investor besar melakukan rotasi sektor yaitu mereka menjual aset yang sudah untung besar di 2024 hingga September 2025 kemarin (seperti Bitcoin) untuk pindah ke Obligasi Negara yang dianggap lebih aman.

Selain itu, likuiditas pasar biasanya mengetat menjelang tutup buku akhir tahun. Dari investor yang selling untuk dana liburan dan juga 4 year cycle yang terjadi topnya pada Oktober awal 2025, sehingga aset volatil seperti Bitcoin dilepas dulu untuk sementara waktu, menyebabkan koreksi tajam hampir 20% ini. Sebelum akhirnya nanti rebound kembali berdasarkan 4 year cycle pada Q3-Q4 2026 mendatang.

Saat ini potensial sideways sangat mungkin terjadi sampai akhir tahun depan karena pertarungan antara bear dan bull. Namun likuiditas bull investor mulai tertahan karena adanya flush leverage beberapa waktu kemarin hingga US$19 milyar. Dengan ini korek api sebagai pembakar leg up masih belum terlihat jelas di volume trade. Kenaikan price pada saat ini terjadi hanya dikarenakan oleh efek retracement BTC yang sudah turun terlampau jauh sejak US$120,000.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |