Atlet senam Israel Artem Dolgopyat setelah memenangkan medali perak pada Olimpiade Musim Panas 2024, Sabtu, 3 Agustus 2024, di Paris, Prancis.

Oleh : Ketua/Rektor STAI Sadra periode 2024-2028
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Keputusan Komite Olimpiade Internasional (IOC) menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena menolak memberikan visa kepada atlet Israel sesungguhnya adalah pesan politik yang keras: bahwa dunia harus diam, bahkan terhadap genosida.
IOC menyebut tindakannya sebagai penegakan prinsip “netralitas politik,” seolah olahraga bisa hidup di ruang steril yang bebas dari moralitas dan kemanusiaan.
Namun sesungguhnya, keputusan ini justru mengungkap paradoks besar, yaitu bahwa pihak yang mengaku netral sesungguhnya sedang memihak.
Konstitusi Indonesia berdiri di atas prinsip yang jelas: “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
Ini bukan retorika, melainkan landasan moral bangsa yang diwariskan oleh para pendiri negara. Sikap Indonesia terhadap Israel bukanlah ekspresi kebencian, tetapi bentuk tanggung jawab moral terhadap amanat konstitusi dan nilai-nilai Pancasila.
Dalam konteks ini, keputusan pemerintah untuk tidak mengeluarkan visa adalah tindakan politik yang justru paling manusiawi: menolak kolaborasi simbolik dengan rezim yang menumpahkan darah tak berdosa.
Lebih dari 60 ribu jiwa telah dibunuh oleh rezim Zionis, bahkan jika dihitung korban kematian tidak langsung, menurut beberapa peneliti, jumlah korban tewas lebih dari 680 ribu.
Rumah sakit dibom, kamp pengungsi dihancurkan, dan sekolah-sekolah menjadi kuburan massal. Dunia menyaksikan pembunuhan sistematis terhadap sebuah bangsa, namun lembaga internasional justru sibuk berbicara tentang netralitas, seolah ada posisi moral yang lebih tinggi dari kemanusiaan itu sendiri.

3 hours ago
2












































