Komdigi akan Panggil Perwakilan Fotografer Buntut Kontroversi Motret di Ruang Publik

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) angkat bicara soal kegiatan pengambilan gambar atau aktivitas fotografi yang dilakukan di ruang publik. Komdigi menegaskan setiap pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek hukum dan etika pelindungan data pribadi.

Oleh karena itu, Komdigi berencana memanggil perwakilan dan asosiasi fotografer. Komdigi ingin mereka punya pemahaman mengenai data pribadi.

"Ke depan, Kementerian Komdigi akan mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait untuk memperkuat pemahaman tentang kewajiban hukum dan etika fotografi di ruang digital," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Komdigi Alexander Sabar pada Rabu (29/10/2025).

Komdigi merasa punya tanggungjawab untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai data pribadi. Sebab setiap bentuk pemrosesan data pribadi, mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan harus memiliki dasar hukum jelas.

“Kami ingin memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, dan menyebarluaskan karya digital. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab,” ujar Alexander.

Atas viralnya fenomena ini, Kementerian Komdigi juga terus meningkatkan literasi digital masyarakat. Ini termasuk pemahaman tentang pelindungan data pribadi dan etika penggunaan teknologi, baik di bidang fotografi maupun kecerdasan buatan generatif.

"Upaya ini menjadi bagian dari komitmen dalam membangun ekosistem digital yang aman, beretika, dan berkeadilan, serta memperkuat pengawasan aktif dan responsif terhadap dugaan pelanggaran UU PDP," ujar Alexander.

Fenomena fotografer yang memotret aktivitas masyarakat di ruang publik Jakarta makin marak ditemukan. Keberadaan para fotografer itu biasanya banyak ditemukan saat hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) dan sejumlah ruang publik lainnya ketika masyarakat sedang olahraga.

Sebelumnya, komunitas fotografi di kawasan Tebet Eco Park dilaporkan meminta uang Rp500 ribu kepada pengunjung yang mengambil gambar menggunakan kamera fotografi. Hal itu terungkap di media sosial setelah ramai masalah senioritas di antara penghobi fotografi.

Tapi, belakangan juga muncul keresahan dari sejumlah masyarakat yang tidak suka difoto tanpa adanya persetujuan ketika sedang beraktivitas di ruang publik. Sejumlah masyarakat itu menganggap keberadaan fotografer yang memotret tanpa izin telah melanggar etika.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |