REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE — Komite Peralihan Aceh (KPA) meminta semua pihak, termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk saling menahan diri atas situasi di Aceh. Imbauan tersebut menyusul terjadinya insiden kerusuhan dan perkelahian antara warga Aceh yang melakukan konvoi penyaluran bantuan kemanusiaan dan pasukan TNI di Simpang Kandang, Kota Lhokseumawe, Kamis (25/12/2025) siang.
Juru Bicara KPA Zakaria Yacob menyampaikan kepada Republika, warga yang melakukan aksi damai dan konvoi penyaluran bantuan merupakan bentuk saling peduli maupun saling membantu antarsaudara di Aceh yang hingga kini masih dalam situasi pascabencana. Ia menegaskan, adanya banyak warga yang membawa serta bendera-bendera kebesaran Aceh, maupun bendera-bendera putih yang selama ini masif berkibar, serta spanduk-spanduk desakan darurat bencana nasional, merupakan reaksi yang wajar.
Zakaria menegaskan, tak sepatutnya reaksi-reaksi wajar masyarakat Aceh tersebut dinilai sebagai bentuk provokatif. Apalagi ditanggapi dengan represif oleh personel-personel militer. “KPA menegaskan, bahwa penggunaan simbol-simbol tertentu, termasuk spanduk organisasi penyaluran bantuan, bendera-bendera putih, serta bendera-bendera kebesaran Aceh dalam kegiatan kemanusian merupakan ekspresi solidaritas sesama relawan dan empati terhadap penderitaan korban bencana. Dan bukan merupakan tindakan provokatif,” kata Zakaria kepada Republika, Kamis (25/12/2025).
Dalam kejadian perkelahian itu, kata Zakaria, versi militer ada anggota-anggota KPA ambil bagian dalam aksi di Kota Lhokseumawe itu. Dan disebutkan satu anggota KPA ditangkap lantaran membawa senjata api berupa pistol. Zakaria menegaskan, tak ada satupun anggota KPA yang membawa senjata api maupun senjata tajam dalam aksi-aksi yang belakangan terjadi di Kota Lhokseumawe. “KPA menegaskan secara tegas dan jelas bahwa tidak anggota KPA yang memiliki, menyimpan, ataupun menguasai senjata api,” ujar dia.
KPA, kata Zakaria masih memegang teguh komitmen serta tunduk pada Nota Kesepahaman (Mou) Helsinki tentang perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia. Komitmen tersebut, kata Zakaria, dengan memprioritaskan Aceh masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang damai serta aman. “KPA sepenuhnya patuh dan berkomitmen terhadap MoU Helsinki serta konsisten menjaga perdamaian Aceh yang telah dicapai melalui perjuangan panjang dan pengorbanan besar rakyat Aceh. Aceh hari ini berada dalam kondisi damai dan aman,” ujar dia.
Dan terkait satu orang yang ditangkap oleh militer itu, kata Zakaria, agar tak mengeneralisasi sikap KPA. “Terkait isu penangkapan dan temuan senjata api, KPA meminta agar persoalan ini disikapi secara objektif, adil, dan proporsional, serta tidak digeneralisasi dengan mengaitkannya kepada KPA atau mantan kombatan secara keseluruhan. Tindakan oknum tertentu tidak boleh dijadikan alasan untuk mencederai perdamaian dan menstigmatisasi pihak-pihak yang selama ini konsisten menjaga stabilitas keamanan Aceh,” ujar Zakaria.

3 hours ago
1












































