Krisis Imunisasi Bayi Mengintai Dunia, Dana dan Hoaks Jadi Biang Kerok

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa misinformasi dan pemotongan dana bantuan mengancam kemajuan vaksinasi anak secara global. Meski cakupan imunisasi bayi menunjukkan sedikit perbaikan pasca-Covid-19, kesenjangan distribusi dan kepercayaan terhadap vaksin masih menjadi ancaman serius.

Data terbaru yang dirilis UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa pada 2024, sebanyak 109 juta atau sekitar 85% bayi telah menerima tiga dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP), yang menjadi indikator utama cakupan vaksinasi global. Jumlah ini naik satu juta anak dari tahun sebelumnya.

Namun, masih ada hampir 20 juta bayi yang melewatkan setidaknya satu dosis DTP. Dari jumlah itu, 14,3 juta di antaranya tidak mendapatkan satu pun suntikan vaksin. Angka ini sedikit membaik dibandingkan 2023, tetapi tetap lebih tinggi dari sebelum pandemi.

"Kabar baiknya adalah kita telah berhasil menjangkau lebih banyak anak dengan vaksin yang menyelamatkan jiwa," ujar Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, seperti dikutip AFP pada Selasa (15/7/2025).

"Namun jutaan anak masih belum terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah. Hal itu seharusnya membuat kita semua khawatir," tambahnya.

WHO menyebut dunia saat ini melenceng jauh dari target 90% cakupan vaksinasi anak dan remaja pada 2030. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyoroti dua ancaman utama: pemotongan bantuan internasional dan penyebaran informasi palsu mengenai vaksin.

"Pemotongan bantuan yang drastis, ditambah misinformasi tentang keamanan vaksin, mengancam kemajuan yang telah dibangun selama puluhan tahun," tegas Tedros.

Pemotongan dana secara signifikan, khususnya dari Amerika Serikat (AS) dan negara donor lainnya, telah mengganggu kemampuan respons vaksinasi global.

"Kemampuan kami untuk merespons wabah di hampir 50 negara telah terganggu akibat pemotongan dana," ujar Kepala Imunisasi UNICEF, Ephrem Lemango.

Masalah lain adalah menurunnya kepercayaan publik terhadap vaksin. "Menurunnya kepercayaan terhadap bukti ilmiah seputar keamanan vaksin telah menciptakan kesenjangan imunitas yang berbahaya," kata Kepala Vaksin WHO, Kate O'Brien.

PBB menyoroti Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan tantangan kepercayaan yang tinggi. Menteri Kesehatan AS Robert F. Kennedy Jr. sempat dituding menyebarkan misinformasi terkait vaksin campak, di tengah lonjakan epidemi campak terburuk dalam 30 tahun. Pada 2024, 60 negara mengalami wabah besar campak, naik drastis dari 33 negara pada 2022.

Meski ada tambahan dua juta anak yang divaksinasi campak tahun ini, cakupan global masih jauh di bawah ambang batas 95% yang dibutuhkan untuk mencegah penularan.

Di sisi lain, terdapat kemajuan di 57 negara berpenghasilan rendah yang mendapat dukungan dari aliansi vaksin Gavi. "Pada 2024, negara-negara berpenghasilan rendah melindungi lebih banyak anak daripada sebelumnya," kata CEO Gavi, Sania Nishtar.

Namun, WHO mengingatkan bahwa negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi justru mulai menunjukkan penurunan cakupan vaksin, yang sebelumnya sempat mencapai di atas 90%.

"Bahkan penurunan terkecil dalam cakupan imunisasi dapat menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan," tutup O'Brien.


(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article PBB Sebut RI dalam Bahaya Besar, Malapetaka Ini Menanti

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |