REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menekankan keluarga memiliki peran sentral dalam membentuk keberanian anak-anak untuk menyuarakan pendapat mereka. Lingkungan keluarga yang suportif dan inklusif dinilai sebagai fondasi utama bagi tumbuh kembang anak yang percaya diri dan mampu mengemukakan pikirannya.
Ketika anak merasa aman dan dihargai di rumah, mereka akan lebih berani untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan bahkan ketidaksetujuan. "Dalam partisipasi anak, sebenarnya banyak yang harus terlibat, khususnya dari hal terkecil di keluarga. Keluarga juga harus memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mereka itu berpartisipasi yaitu dalam menyuarakan pendapat," kata Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah I Devy Nia Pradhika saat ditemui di Kantor KemenPPPA, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Hal tersebut dia sampaikan seusai menghadiri kegiatan dialog dengan sejumlah anak berusia 12–17 tahun yang merupakan perwakilan Forum Anak dampingan Wahana Visi Indonesia (WVI). Devy mencontohkan keluarga dapat melatih anak agar berani menyuarakan pendapatnya dengan melibatkan mereka dalam setiap pengambilan keputusan.
"Jadi kita sebagai orang tua, misalnya, bisa mendengarkan suara anak, kita mendengarkan apa keinginan anak-anak, apa yang disuarakan oleh anak-anak," ujar dia.
Langkah itu, ujar dia melanjutkan, dapat membuat anak-anak memiliki kepercayaan diri dalam menyuarakan pendapatnya. Dengan demikian, ia pun akan memiliki keberanian untuk bersuara di tingkat yang lebih luas dari keluarga, seperti sekolah bahkan pemerintahan.
Sebelumnya, dalam sambutannya di acara dialog itu, Devy telah menyampaikan bahwa suara atau aspirasi setiap anak Indonesia bernilai penting untuk didengar, terutama oleh pemerintah dalam perumusan kebijakan terkait anak. "Kami dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, percaya bahwa setiap anak itu punya hak. Hak untuk apa? Hak untuk didengar, hak untuk dihormati, hak untuk dilibatkan secara bermakna. Suara kalian ini menjadi pijakan bagi kami dalam merumuskan sebuah kebijakan," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Devy juga mengapresiasi Wahana Visi Indonesia yang telah menginisiasi dan memfasilitasi kegiatan dialog tersebut. Menurutnya, hal itu merupakan wujud upaya menjadikan suara anak penting dalam proses pembangunan.
"Ini merupakan bentuk komitmen, komitmen dari kita bersama dalam menjadikan suara anak ini menjadi penting dalam proses pembangunan anak," kata dia.
Menjelang peringatan Hari Anak Nasional 2025 pada 23 Juli mendatang, KemenPPPA tengah menyiapkan berbagai rangkaian kegiatan, salah satunya adalah penyusunan dan pembacaan Suara Anak Indonesia (SAI), yang berfungsi sebagai representasi aspirasi, kebutuhan, dan harapan anak-anak terhadap isu pemenuhan hak serta perlindungan khusus anak. Proses penyusunan SAI dilakukan melalui penjaringan aspirasi dari anak-anak di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari desa hingga provinsi, dengan dukungan alat bantu Kanvas Suara Anak agar prosesnya lebih sistematis dan inklusif. Hal itu menjadi bagian dari pendekatan inklusif yang mendorong pembangunan berkelanjutan dan berpihak pada kepentingan terbaik anak.