Mayoritas Ekonom Ramal BI Rate Tetap, Cuma 2 Sosok Yakin Turun Lagi

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Selasa dan Rabu pekan ini (16-17 September 2025). BI diperkirakan akan menahan suku bunga pada September ini setelah memangkasnya bulan lalu.

Sebagaimana diketahui, dalam RDG Bank Indonesia terakhir yakni pada 15-16 Juli 2025, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%. Suku bunga Deposit Facility turun menjadi 4,25% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 5,75%.

BI telah melakukan empat kali pemangkasan suku bunga sejak awal tahun. Suku bunga dipangkas masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, dan Juli, dan Agustus, dari posisi 6,00% di Desember 2024 menjadi 5,00% pada posisi sekarang.

Hasil dari konsensus yang telah dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi pasar berekspektasi akan menahan suku bunga di ke level 5,00%.

Sebanyak 10 lembaga memperkirakan BI akan menahan suku bunga sementara dua institusi lainnya memproyeksi BI akan memangkas suku bunga.

BI memutuskan untuk memangkas suku bunga bulan lalu sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perkiraan Inflasi Kedepan Masih Rendah

Sejumlah analis memperkirakan BI akan menjaga suku bunga di level 5.00%, mengingat adanya tekanan pada rupiah yang disebabkan oleh faktor gejolak politik dalam negeri, ketidakpastian pasar global, dan dampak kebijakan tarff Trump.

Juniman, Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia memperkirakan, Bank Indonesia akan menahan BI rate di level 5,00% pada September 2025. Meskipun begitu, Ia masih melihat adanya ruang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuannya.

"Namun, BI masih memiliki ruang untuk kembali memangkas suku bunga acuannya ke depan, mengingat tekanan inflasi dalam negeri yang masih rendah. Inflasi pada Agustus 2025 tercatat sebesar 2,31% secara tahunan (year-on-year), turun dari 2,37% pada bulan sebelumnya. Selain itu, pelonggaran suku bunga acuan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi domestik." Ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Pergerakkan Rupiah

Senada dengan perkataan Juniman, Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan BI rate tetap di level saat ini.

"Menurut saya BI sudah cukup agresif menurunkan dalam 12 bulan terakhir sejak September 2024 (sebanyak) 125 bps, dan saat ini ada kecenderungan tekanan terhadap Rupiah"

Tekanan pada rupiah datang seiring dengan pergerakan dolar AS yang cenderung menguat menjelang keputusan Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (17/9/2025) waktu AS. Investor menilai rapat ini akan menjadi momen penting karena diperkirakan The Fed akan memulai siklus pemangkasan bunga pertama di tahun ini.

Menurut CME FedWatch Tool, peluang The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin mencapai 93%, yang akan menurunkan suku bunga federal funds ke kisaran 4,00%-4,25%. Meski demikian, sebagian kecil pelaku pasar masih membuka kemungkinan adanya pemangkasan lebih agresif hingga 50 basis poin.

Jika benar terealisasi, langkah The Fed ini sebetulnya berpotensi menjadi katalis positif bagi rupiah dalam beberapa waktu mendatang, terutama dengan ekspektasi aliran modal asing yang bisa kembali masuk ke pasar negara berkembang.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil SBN yang bertenor 10 Tahun terpantau naik 0,19% menjadi 6,331%. Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menandakan bahwa investor sedang melakukan aksi jual.

Sebenarnya, nilai tukar rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir dari Refinitiv, pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (16/9/2025) rupiah menguat 0,18% di posisi Rp16.375/US$, setelah pada perdagangan sebelumnya rupiah tertekan 0.18% ke level Rp16.405/US$.

Dana Kas Rp200 Triliun untuk Bank Himbara

Sementara itu, Fikri Permana, Ekonom KB Valbury Sekuritas memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebanyak 25 bps menjadi 4,75%. Faktor-faktor pendorong pemangkasan suku bunga di antaranya adalah stance pro-growth BI yang sangat kuat, serta dorongan BI untuk lebih melonggarkan kredit, seiring realokasi penempatan dana pemerintah dari Bi ke beberapa bank BUMN. Ia juga menuturkan bahwa Inflasi masih terjaga di rentang Bawah BI

Pemerintah melarang penggunaan dana kas negara senilai Rp200 triliun yang dialihkan ke bank Himbara digunakan untuk pembelian surat berharga negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dana tersebut sebelumnya ditempatkan di Bank Indonesia (BI) dan kini dengan kebijakan baru pemerintah yang memindahkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tersebut ke sistem perbankan dengan tujuan untuk mempertebal likuiditas perekonomi dalam negeri. Sebelumnya, total SAL yang ada di BI mencapai Rp440 triliun.

Menteri keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, tujuan utama dari penempatan dana ini adalah mendorong peredaran uang primer agar bank lebih aktif untuk menyalurkan kredit. Dengan demikian, perekonomian riil diharapkan dapat bergerak lebih cepat dan tidak sekedar terserap di instrumen keuangan.

"Kita sudah bicara dengan pihak bank, janganlah beli SRBI atau SBN. Dana ini harus disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan agar ekonomi bergerak," ujar Purbaya di kawasan DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

Secara teknis, dana Rp200 triliun itu sudah muilai disalurkan ke lima bank himbara yakni, BRI, Bank Mandiri, BNI yang masing-masing menerima Rp55 triliun. Serta BTN senilai Rp25 triliun dan BSI Rp10 triliun.

Perkiraan Pemangkasan Suku Bunga The Fed

RDG BI diadakan berbarengan dengan Federal Open Market Committee (FOMC) yang diadakan oleh The Fed untuk menetapkan sikap terhadap suku bunga acuan Bank Sentral AS.

Chief Economist PT Bank Mandiri, Andry Asmoro melihat prospek tren penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang didasarkan atas sinyal dan 'guidance' The Fed. Dimana dalam jangka pendek berpeluang turun sebanyak 2 kali dari level 4,5% menjadi 4%, yang berlanjut di tahun mendatang ke level 3,5% serta berpotensi turun ke 3%-3,25% di tahun 2027.

Meski demikian, agresivitas penurunan suku bunga The Fed masih akan sangat tergantung dengan perkembangan data inflasi AS setelah diterapkannya tarif impor Presiden Donald Trump. Kondisi ekonomi AS yang mulai melandai sudah menjadi alasan yang cukup bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Bagi Indonesia, turunnya suku bunga The Fed bisa menjadi katalis positif bagi daya tarik pasar keuangan negara emerging market seperti Indonesia. Bank Indonesia juga memiliki ruang untuk kembali menurunkan BI Rate 25 bps hingga akhir tahun 2025 mengingat posisi Rupiah dan Inflasi yang masih sangat terjaga.

Diharapkan kebijakan suku bunga ini bisa semakin menarik capital inflow ke Tanah Air, meski daya tarik ini butuh didukung oleh narasi pertumbuhan ekonomi di tengah persaingan dengan kawasan ASEAN.

Investor Asing Berbondong-bondong Angkat Kaki

Dari sisi penanaman modal, investor asing masih mencatat net outflow pekan lalu. Kendati demikian, angkanya sedikit mengecil.

Merujuk data Bank Indonesia berdasarkan transaksi sepanjang 8-11 September 2025, semua instrumen mencatat net outflow. Total net outflow menembus Rp 14,24 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan pada pekan sebelumnya yang tercatat Rp 16,85 triliun.

Net sell di pasar saham mencapai Rp 2,22 triliun, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 5,45 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 6,57 triliun. Net outflow sudah terjadi selama tiga pekan beruntun dengan nilai Rp 31,34 triliun. Net outflow di pasar SRBI sudah berlangsung empat pekan dengan total Rp 23,43 triliun.

Outflow terjadi sejalan dengan kekhawatiran investor setelah Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle Kabinet Merah Putih pada Senin (8/9/2025.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |