Menyelami Seni Dayak Kenyah: Warisan Leluhur dari Bumi Kalimantan

1 day ago 4

Tarian Dayak, sebuah cerita dari gerakan tari yang begitu mengagumkan. (Shutterstock)Tarian Dayak, sebuah cerita dari gerakan tari yang begitu mengagumkan. (Shutterstock)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Di tengah lebatnya hutan Kalimantan Timur, suku Dayak Kenyah membangun kehidupan yang sarat dengan makna.

Salah satu bentuk ekspresi terkuat mereka adalah seni ukir. Seni ukir bagi Dayak Kenyah bukan sekadar estetika, melainkan media komunikasi yang penuh simbol dan nilai-nilai spiritual.

Tiap lekukan, tiap pola, menggambarkan sesuatu yang lebih dalam: status sosial, kepercayaan kepada roh leluhur, hingga kisah kehidupan masyarakatnya.

Bagi masyarakat Kenyah, seni adalah bahasa yang hidup dan bernapas. Ukiran Dayak Kenyah sekaan telah menjadi bahasa simbolik yang abadi.

Motif yang paling dikenal adalah ukiran pada tameng, mandau, dan rumah adat (lamin). Motif-motif ini kerap menggambarkan makhluk mitologis seperti naga atau burung enggang, yang diyakini memiliki kekuatan spiritual dan perlindungan.

Hanya kalangan tertentu, seperti bangsawan atau kepala adat, yang boleh menggunakan motif tertentu, menunjukkan bahwa seni ukir juga menjadi cerminan struktur sosial. Ini membuat tiap karya seni tak hanya indah, tapi juga penuh makna dan aturan adat yang sakral.

Proses pembuatan ukiran tidak sembarangan. Diperlukan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, untuk menyelesaikan satu buah ukiran. Bahan yang digunakan biasanya adalah kayu ulin atau kayu besi, yang tahan lama dan kuat.

Perajin harus memiliki kepekaan spiritual dan keahlian tinggi, karena setiap pola yang salah bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap adat. Oleh karena itu, seni ukir diwariskan secara turun-temurun, dan diajarkan hanya pada generasi yang dipercaya menjaga kemurniannya.

Menariknya, kini seni ukir Dayak Kenyah mulai merambah ke dunia modern. Banyak perajin muda yang memadukan motif tradisional ke dalam produk kontemporer seperti furnitur, batik, dan aksesori fashion.

Ini bentuk adaptasi yang cerdas tanpa menghilangkan nilai-nilai asli. Mereka menyadari bahwa untuk mempertahankan warisan, seni harus bertransformasi dan berdialog dengan zaman. Itulah kekuatan dari seni: ia dapat hidup dalam berbagai bentuk tanpa kehilangan jiwanya.

Seni ukir Dayak Kenyah bukan hanya karya tangan, tapi juga karya hati. Setiap goresannya mengandung doa, setiap motifnya ingatan, dan setiap produknya pernyataan bahwa budaya lokal tak pernah mati.

Di balik kekuatan artistik ini, tersimpan semangat komunitas yang terus berupaya menjaga identitasnya dalam derasnya arus modernisasi. Di sanalah seni menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan.

Tarian Tradisional: Gerak Tubuh yang Bercerita

Tak hanya melalui ukiran, Dayak Kenyah juga mengekspresikan jiwa budayanya melalui gerak tubuh. Tarian tradisional mereka bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah ritual yang menggambarkan kehidupan, perlawanan, cinta, dan rasa syukur kepada alam.

Di antara tarian-tarian yang terkenal adalah Kancet Papatai (tari perang), Kancet Ledo (tari padi), dan Tari Leleng (kisah cinta tragis). Setiap gerak kaki, lambaian tangan, dan dentingan alat musik yang mengiringi tarian menyampaikan narasi emosional dan spiritual.

Tari Kancet Papatai, misalnya, adalah tarian yang menggambarkan keberanian dan perjuangan seorang pahlawan Dayak. Penari pria membawa mandau dan tameng, menari dengan lincah namun penuh kewaspadaan, seakan sedang berada di medan perang.

Adapun Kancet Ledo menampilkan kelembutan dan rasa syukur atas panen padi, dibawakan oleh penari perempuan yang anggun, diiringi bunyi gong dan sampe (alat musik petik khas Kalimantan). Kedua tarian ini memperlihatkan keseimbangan antara maskulinitas dan feminitas dalam budaya Dayak Kenyah.

Tarian bukan hanya milik para seniman, tapi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka ditampilkan dalam upacara adat seperti pernikahan, panen raya, atau ritual tolak bala.

Tarian menjadi sarana berkumpul dan bersatu, mempererat hubungan sosial antarwarga, dan menjadi ruang untuk mengajarkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Tidak heran jika setiap anak Dayak Kenyah sejak kecil sudah dikenalkan pada tari-tarian ini sebagai bentuk cinta pada budaya sendiri.

Namun, tantangan modernisasi tak bisa dihindari. Banyak generasi muda yang lebih tertarik pada budaya populer ketimbang belajar tari tradisional.

Meski demikian, beberapa komunitas adat dan pemerintah daerah kini aktif mengadakan pelatihan dan festival budaya untuk menghidupkan kembali tarian-tarian ini.

Bahkan, beberapa sekolah telah memasukkan tarian Dayak ke dalam kurikulum muatan lokal. Ini adalah bentuk optimisme bahwa tradisi bisa tetap tumbuh di tengah kemajuan zaman.

Tarian Dayak Kenyah adalah jiwa yang menari. Ia adalah gerakan yang membawa pesan tentang siapa kita dan dari mana kita berasal.

Ketika tubuh bergerak selaras dengan musik dan makna, di situlah seni tidak hanya hidup—tapi juga menyentuh dan menyatukan. Seni tari mereka adalah bukti bahwa warisan budaya tak akan pernah hilang jika terus ditarikan dengan hati.

Musik dan Ritual: Nada-Nada yang Menghubungkan Dunia

Jika seni ukir dan tari adalah bentuk visual dan gerak, maka musik Dayak Kenyah adalah getaran spiritual yang menyentuh batin. Alat musik tradisional seperti sampe, gong, dan kedawak menjadi instrumen penting dalam berbagai acara adat.

Sape’, alat musik petik yang terbuat dari kayu ringan dan senar rotan, menghasilkan suara yang lembut namun menghanyutkan—sering digunakan untuk mengiringi tarian atau menemani waktu santai. Musik ini bukan sekadar hiburan, melainkan medium komunikasi antara manusia dan roh leluhur.

Ritual adat suku Kenyah selalu diiringi oleh lantunan musik dan nyanyian yang penuh makna. Misalnya dalam upacara Mamat, yaitu ritual syukur atas hasil panen atau kelahiran, musik berperan penting dalam menciptakan suasana sakral.

Para tetua adat akan memimpin doa sambil diiringi lantunan musik yang berulang dan melingkar, menciptakan suasana trance yang menghubungkan manusia dengan kekuatan alam semesta. Di sini, seni dan spiritualitas menyatu dalam harmoni yang khidmat.

Tak hanya dalam ritual formal, musik juga hadir dalam keseharian. Di malam hari, orang-orang tua memainkan sampe sambil bercerita tentang kisah leluhur kepada anak-anak. Cerita dan musik menjadi media transmisi pengetahuan yang lembut namun efektif.

Melalui nyanyian, anak-anak belajar nilai-nilai seperti keberanian, kerja sama, dan pentingnya menjaga alam. Musik menjadi jembatan antara generasi, dan antara dunia nyata dengan dunia spiritual.

Meski kini musik digital mendominasi ruang dengar masyarakat, tidak sedikit musisi muda Kenyah yang mulai menciptakan karya musik kontemporer berbasis tradisi. Mereka memadukan sampe dengan gitar, beat modern, bahkan genre hip hop untuk menjangkau anak muda.

YouTube dan media sosial menjadi alat penyebaran baru bagi tradisi lama. Ini bukti bahwa seni musik Dayak Kenyah tidak statis, tetapi bergerak dan terus mencari bentuk baru tanpa mengingkari asal usulnya.

Musik bagi Dayak Kenyah adalah napas kehidupan. Ia mengiringi kelahiran dan kematian, kerja dan istirahat, sukacita dan duka.

Dalam tiap denting dan irama, tersimpan warisan ribuan tahun yang terus berdetak di dada generasi penerus. Seni ini bukan hanya untuk didengar, tapi juga untuk dirasakan dan dihargai—karena ia adalah denyut budaya yang tak pernah padam.

Taufik Hidayat, berbagai sumber

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |