Muncul Proposal Tony Blair Pimpin Gaza, Begini Jejak Berdarahnya

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Nama mantan perdana perdana menteri Inggris Tony Blair tiba-tiba mencuat di tengah upaya berbagai negara mencari solusi untuk penghentian agresi Israel di Jalur Gaza. Ia disebut sebagai kandidat pemimpin pemerintahan transisi Gaza setelah perang dan Hamas dilucuti.

BBC melansir, Blair telah terlibat dalam diskusi tentang kepemimpinan otoritas transisi pascaperang di Gaza. Proposal tersebut, yang dikatakan mendapat dukungan dari Gedung Putih, akan membuat Blair memimpin otoritas pemerintahan yang didukung oleh PBB dan negara-negara Teluk – sebelum menyerahkan kendali kembali kepada Palestina.

Kantornya mengatakan dia tidak akan mendukung proposal apapun yang membuat warga Gaza terpaksa mengungsi. Pada bulan Agustus, ia bergabung dalam pertemuan Gedung Putih dengan Trump untuk membahas rencana wilayah tersebut, yang digambarkan oleh utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff sebagai pertemuan yang "sangat komprehensif" - meskipun hanya sedikit hal yang diungkapkan mengenai pertemuan tersebut.

Rencana tersebut bisa membuat Blair memimpin sebuah badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (Gita), menurut laporan di Economist dan media Israel. Mereka akan berupaya mendapatkan mandat PBB untuk menjadi “otoritas politik dan hukum tertinggi” di Gaza selama lima tahun.

Rencana tersebut akan mencontoh pemerintahan internasional yang mengawasi transisi Timor Timur dan Kosovo menjadi negara. Awalnya mereka akan berbasis di Mesir, dekat perbatasan selatan Gaza, sebelum memasuki Gaza setelah Jalur Gaza stabil, bersama dengan pasukan multinasional.

Pada 1999, Blair telah membawa Inggris ke dalam konflik yang terjadi antara Kosovo dan Republik Federal Yugoslavia (lebih dikenal sebagai Serbia dan Montenegro), dan membantu separatis Kosovo memukul mundur pasukan Serbia dan mengamankan otonomi bagi wilayah tersebut.

Namun, sebagai PM Inggris, Blair juga mengambil keputusan untuk bersama mengirim pasukan bersama AS menginvasi Irak pada 2003. Keputusan itu  mendapat banyak kritik dan saat itu ditolak PBB. 

Dia mengajukan alasan untuk berperang berdasarkan premis yang ternyata tidak akurat – bahwa rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Setelah pemerintahan Irak digulingkan, wilayah tersebut terjerumus ke dalam kekacauan dan perang saudara yang hingga kini masih belum pulih.

Pada tahun 2003, sekelompok akademisi, aktivis dan intelektual publik membentuk Pengadilan Dunia untuk Irak (WTI) – meniru pengadilan rakyat yang dibentuk oleh filsuf Bertrand Russell mengenai perang di Vietnam – sebagai sarana untuk menilai legalitas invasi tersebut.

Laporan tersebut menemukan bahwa Blair telah "menyalahgunakan informasi intelijen" untuk membangun alasan perang, dan "gagal menggunakan semua pilihan damai" sebelum menggunakan kekuatan militer.

Mereka menuduh AS dan Inggris, antara lain, "menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dan sistem senjata yang tidak pandang bulu"; "menjatuhkan hukuman tanpa tuduhan atau pengadilan, termasuk hukuman kolektif" dan "mendefinisikan ulang penyiksaan yang melanggar hukum internasional, untuk memungkinkan penggunaan penyiksaan dan penahanan ilegal".

Sedangkan laporan Chilcot, yang dikeluarkan pada 2016 setelah penyelidikan selama enam tahun, mengungkapkan sebuah memo dari Blair kepada Presiden AS George Bush yang di dalamnya ia mengatakan bahwa ia “akan bersama Anda, apa pun” di Irak. Ini menegaskan temuan laporan tersebut bahwa Blair “memilih untuk bergabung dalam invasi ke Irak sebelum pilihan damai untuk perlucutan senjata telah habis”.

“Kita masih hidup setelah destabilisasi total di seluruh kawasan,” Ayca Cubukcu, peserta WTI dan penulis For the Love of Humanity: The World Tribunal on Iraq, mengatakan kepada Middle East Eye.

Invasi militer ke Irak tersebut  mengakibatkan kematian ribuan tentara AS dan Inggris. Sementara jumlah warga Irak yang meninggal akibat agresi dua negara itu merentang dari  100 ribu hingga 600 ribu jiwa.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |