Negara Ini Buka Hubungan dengan Israel, Berujung Perang Saudara

10 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Sudan mengumumkan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2021. Pengumuman ini disampaikan tak lama setelah penguasa Sudan sebelumnya, Omar al Bashir tumbang.

Namun, Sudan kini didera perang saudara setelah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Normalisasi Sudan dan Israel diinisaiasi oleh Presiden Donald Trum lewat Abraham Accord. Bahkan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin Dewan Kedaulatan transisi sipil-militer di Sudan, telah bertemu secara diam-diam dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Februari 2020 di Uganda. Mereka serius membuka hubungan diplomatik.

Namun menurut Kholood Khair, seorang analis politik Sudan, Abraham Accord merupakan cara bagi pemerintah transisi Sudan untuk "mencoba dan memperbaiki hubungan antara dirinya dan Amerika setelah jatuhnya [mantan diktator] Omar al-Bashir, dan juga antara dirinya dan Emirat yang sangat anti-Ikhwanul Muslimin," ujar Khair seperti dikutip dari Al Jazeera.

Apalagi Burhan merasa senang dengan sinyalemen Amerika Serikat yang menyatakan bahwa negaranya siap mempertimbangkan untuk menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme. Tiga tahun setelah perjanjian Abraham itu, kondisi Sudan malah memburuk.

Sudan kini mengalami masa-masa sulit akibat perang saudara antara militer dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF), sebuah pasukan paramiliter yang kuat, yang dimulai pada April 2023.

Militer menuntut integrasi penuh RSF ke dalam militer selama masa transisi, sementara RSF meyakini bahwa integrasi hanya dapat terwujud setelah reformasi menyeluruh dalam institusi militer.

Menurut pengamat Yasir Zaidan, pengamat politik dari Henry M Jackson School of International Studies di University of Washington, inisiatif kebijakan luar negeri Sudan kali ini hanya akan melayani kepentingan masing-masing aktor politik, alih-alih kepentingan nasional.

Artinya, inisiatif tersebut kemungkinan besar hanya akan meningkatkan persaingan, terutama terkait isu sensitif seperti normalisasi hubungan dengan Israel.

Bahkan bagi Israel, kata Yasir, ini merupakan pertaruhan besar. Sebab meskipun Netanyahu menggambarkan hubungannya dengan Sudan sebagai kemenangan kebijakan luar negeri, hal itu dapat menjadi bumerang jika pemerintahan terpilih di Sudan di masa mendatang mengaitkan perjanjian normalisasi dengan militer.

Perjanjian taktis semacam itu akan membahayakan peluang di masa depan untuk memulihkan hubungan Israel-Sudan oleh pemerintahan Sudan yang terpilih.

Di Sudan, reaksi masyarakat sipil terhadap normalisasi tidak didengar karena bukan prioritas bagi mereka, kata analis urusan Sudan El-Waleed Mousa.

"Mereka memiliki isu-isu yang lebih mendesak, seperti penyusunan konstitusi dan pemisahan perwira militer dari urusan politik dan eksekutif," ujarnya, merujuk pada badan Dewan Kedaulatan.

Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan dengan "cara rahasia" dan para jenderal Sudan, kata Mousa, "tidak memiliki keberanian untuk merasionalisasi rencana mereka dengan mengomunikasikannya kepada publik".

Khartoum telah lama dikenang oleh orang Israel sebagai kota tempat Liga Arab pada tahun 1967 mengumumkan resolusi "Tiga Tidak" terhadap Israel - tidak ada pengakuan, tidak ada perdamaian, dan tidak ada perundingan.

Kini Sudan sedang menghadapi gejolak baru, terjadinya perang saudara.

(imf/bac)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |