Penerimaan Negara Loyo, Indef Rekomendasikan 4 Kebijakan Ini Dilakukan Pemerintah

7 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto mengkritisi kondisi penerimaan negara yang bergerak loyo, sementara utang negara terus meningkat. Menurutnya, dalam meningkatkan pendapatan atau penerimaan negara, Pemerintah tidak harus mengandalkan utang, melainkan dengan melakukan kebijakan-kebijakan yang strategis berdasarkan potensi yang dimiliki. Diantaranya, mendorong gerak konsumsi kelas menengah dan meningkatkan akses kredit untuk UMKM.

“Aspek APBN sangat berkaitan dengan perekonomian, jadi kalau kita lihat hari ini penerimaan negara loyo, itu bukan hanya karena ada Danantara, PPN 12 persen yang dibatalkan Pak Prabowo Desember lalu, menurut saya penyebabnya lebih fundamental lagi karena ada masalah di dalam perekonomian kita,” kata Eko dalam Diskusi Publik Indef bertajuk ‘Penerimaan Loyo, Utang Kian Jumbo’ yang digelar secara virtual, dikutip Kamis (10/7/2025). 

Eko menuturkan, masalah-masalah dalam perekonomian tersebut terus berlanjut hingga hari ini pada tingkat penerimaan negara yang semakin turun. Sedangkan belanja negara besar, sehingga defisi pun kian melebar. 

“Ada beberapa aspek dari sisi penerimaan. Kan turun ya, apa yang harus dilakukan? Saya mengidentifikasi ada empat hal yang kalau dilakukan saya rasa bisa punya peluang memperbaiki sisi penerimaan. Jadi addressing-nya, bicaranya enggak selalu naikin pajak, tingkatin tarif pajak ekspornya, tingkatin cukai, dan lain-lain, enggak gitu cara pandangnya,” ujarnya. 

Ia menekankan penerimana negara sangat sensitif terhadap situasi ekonomi. Jika perekonomian turun, apalagi di sisi perpajakan mengalami kelesuan di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), maka cara berpikirnya bagaimana memperbaiki kinerja makro. 

“Pertama, perlu meningkatkan optimisme sektor swasta. Kita tahu sudah beberapa bulan terakhir indeks PMI (purcashing manajer index) turun terus, posisi sekarang 46, itu gambaran pesismisme. Kita perlu dorong supaya punya kebijakan optimis untuk sektor swasta, seperti kebijakan yang menyasar gerak konsumsi kelas menengah,” ujarnya.

Eko menuturkna, kelas menengah memiliki probabilitas yang tinggi untuk bisa menggerakkan perekonomian. Pada dewasa ini, kalangan tersebut yang memiliki uang lebih banyak berhemat karena kondisi ketidakpastian ekonomi yang tinggi.

“Sehingga cara menyasarnya adalah buat kebijakan yang langsung memiliki dampak bagi kelas menengah dengan porsinya besar 80 persen lebih atau 66 persen dari jumlah populasi. Seperti gampangannya diskon tarif listrik,” kata dia. 

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |