REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Saat ini, banyak pihak yang tidak menjadikan Pancasila sebagai ideologi gerakan riil. Mayoritas, masyarakat menjadikan Pancasila hanya sebatas ideologi falsafah abstraksi semata.
Hal tersebut dikatakan oleh Prof Ganjar Kurnia, salah satu Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dalam Seminar Nasional “Meneguhkan Pengamalan Pancasila dalam Tata Kelola Negara: Sumbangsih Pamikiran Kabangsaan jeung Kanagaraan Ki Sunda keur Indonesia” di Gedung II Unpad, Jl Dipatiukur, Kota Bandung, Ahad (1/6/2025).
Selain Ganjar, acara menghadirkan pembicara Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan (Rektor IKOPIN University), Syarif Bastaman, SH, MBA (pemikir bangsa dan praktisi kewirausahaan), serta Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, M.Hum (Guru Besar Sejarah Unpad). Acara juga dibuka Ketua DPRD Jawa Barat Dr. H. Buky Wikague, M.Si, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono, serta Asda Pemerintahan dan Kesra Pemprov Jabar Asep Sukmana.
Menurut Ganjar, ideologi gerakan diperlukan karena masalah di Jawa Barat itu banyak dan multidimensi. “Jadi, menerapkan Pancasila itu paling mudah adalah membereskan Tatar Sunda, dan sendirinya membereskan Indonesia. Maka, saya mendorong MMS operasional ideologi Pancasila ke ideologi tindakan, temukan juga metodologinya,” paparnya.
Seminar ini juga dihadiri keluarga tokoh pahlawan nasional dari Tatar Sunda sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka dalam pendirian bangsa. Di antaranya keluarga besar Inggit Garnasih (diwakili Tito Asmarahadi), KH Ahmad Sanusi (Neni Fauziyah), RAA Wiranatakusumah (Robby M. Dzulkarnaen), Mey Kartawinata (Dian Rahadian Kartawinata), serta turunan keluarga pahlawan lainnya.
Prof Dr Reiza D Dienaputra mengatakan, kontribusi riil menerapkan Pancasila adalah merawat dan memulikan Bahasa Sunda dalam keseharian. Sebab, salah satu tantangan ideologi Pancasila hari ini adalah tantangan multikulturisme di Indonesia.
“Dengan mengaplikasikan Bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, maka itu tindakan nyata merawat Pancasila. Kita juga harus meneruskan tindakan nyata berdampak dari tokoh Sunda seperti Mochtar Kusumaatmadja yang berhasil memperluas wilayah Indoensia dua kali lipat atas kontribusi pemikirannya,” katanya.
Menurut Ketua DPRD Jawa Barat Buky Wikague, implementasi Pancasila yang sedang banyak digalakkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi adalah menerapkan Panca Waluya. Yakni sikap bener (benar), bageur (baik), cageur (sehat), pinter (pintar), dan singer (kreatif).
“Contoh ideologi tindakan ini berusaha dijadikan solusi konkrit, semisal kenakalan remaja yang kian menjadi, agar Panca Waluya, ya dimasukkan barak militer. Ini ditambah dengan falsafah Sunda, silih asih asah asuh, dan silih wawangi,” katanya.
Syarif Bastaman menekankan pembaruan Pancasila dibumikan dengan perubahan supra struktur politik, yang mana parpol dibiayai negara penuh supaya tidak jadi negara bercorak swasta. Sementara entitas swasta pun dibiayai penuh di awal dan ketika sudah maju dibeli negara agar profitnya mengalir kembali ke masyarakat. Prof Agus Pakpahan menyampaikan, revitalisasi Pancasila diwujudkan dengan menciptakan keadilan sosial berbasis koperasi, bukan oligarkhi.
Ketua Badan Pekerja MMS Andri Perkasa Kantaprawira menegaskan, Hari Lahir Pancasila bukan sekadar seremoni sejarah, melainkan panggilan memperkuat komitmen kebangsaan dan arah tata kelola negara.
“Pancasila bukan sekadar dokumen sejarah, tapi kompas moral untuk membangun Indonesia yang adil, bersatu, dan berdaulat di tengah terpaan zaman. Harapannya setelah ini kami bisa buat acara rutin diskusi kaukus pemikiran setiap dua minggu sekali,” katanya.
Majelis Musyawarah Sunda (MMS) adalah kaukus kebudayaan dan kenegaraan yang terdiri dari para tokoh Sunda lintas wilayah, profesi, dan generasi. Sejak dideklarasikan di Gedung Sate pada 8 Juli 2024 dan dimusyawarahkan di Universitas Padjadjaran pada 13 Oktober 2024, MMS telah berkembang menjadi wadah strategis yang terdiri dari 13 Presidium, 76 Pinisepuh, 350 Panata Pikir (Dewan Pakar), dan puluhan anggota Panata Gawe (Badan Pekerja) dengan visi besar: Sunda Mulia, Nusantara Jaya.