Laporan Jurnalis Republika Teguh Firmansyah dari Makkah, Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Pergerakan jamaah haji Indonesia menuju Arafah tinggal tiga hari lagi. Sejumlah langkah antisipasi dilakukan petugas haji Indonesia menjelang puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), termasuk di bidang kesehatan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang juga anggota Amirul Hajj Taruna Ikrar berharap pada saat tempat dan waktu yang sangat menentukan tenaga medis Indonesia bisa selalu mendampingi jamaah. Petugas dapat melakukan penyelamatan maupun perawatan jamaah sakit saat Armuzna.
"Intinya kita mencegah supaya jamaah kita tidak sakit tapi kalau pun sakit kita mencegah jangan sampai mereka meninggal dan yang paling penting kita harapkan semoga tahun ini lebih kecil angka yang meninggal dibanding tahun sebelumnya," ujarnya saat mengunjungi Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Sabtu (31/5/2025) malam.
Soal strategi penanganan jamaah, kata Taruna, tidak akan jauh berbeda dengan musim haji terdahulu. Terdapat pos-pos tertentu para petugas medis sehingga bertindak segera. Taruhlah misalnya saat jamaah luka, ada alat medis yang dibawa dan petugas bisa sigap membantu. "Kita juga terus lakukan koordinasi (jelang Armuzna)," ujarnya.
Taruna tak menampik ada sejumlah tantangan dalam musim haji kali ini. Pertama jamaah haji Indonesiia jumlahnya terbesar di dunia yaitu 25 persen dari seluruh jamaah haji di tanah Makkah.
"Tentu ini bukan tugas yang ringan, tugas berat karena ada tiga challenge dari Arab Saudi tahun ini karena udara atau cuaca atau suhu yang sangat panas bisa sampai 45-50 derajat Celsius pada siang hari," ujarnya.
Kedua, hampir 50 persen jamaah haji Indonesia adalah usia lanjut. Ketiga adanya perubahan regulasi. Di antara perubahan regulasi itu menyangkut kesehatan. Indonesia belum bisa membuka klinik seperti tahun lalu karena semua rujukan dilanjutkan ke RS Saudi.
Belum lagi, kata ia, petugas Kesehatan yang jumlahnya sangat terbatas. Idealnya dalam suatu grup layanan berjumlah 100 orang terdapat satu dokter dan satu tenaga medis. Namun realitas yang ada saat ini, tenaga kesehataan hanya sekitar 1.000 orang. Mereka terbagi atas dokter, perawat dan nonmedis (cek) sehingga masih kurang 100 persen.
"Kita lihat jumlahnya sekarang 221 ribu jamaah kita itu berarti at least kita butuhkan adalah 2.000-an lebih petugas kesehatan, dan itu tidak (tenaga kesehatan) tidak sebanyak itu jumlahnya, sangat terbatas," katanya.
Taruna juga menyoroti suhu di Tanah Suci sangat panas sehingga bisa menimbulkan dehidrasi dan heat stroke seperti di Arafah ketika waktu siang akan sangat panas. "Pasti itu tanda-tanda alam yang tentu kita harus pahami tentu berdampak langsung kepada jamaah kita," ujarnya.
Menurut Profesor Taruna, melaksanakan haji memang tidak mudah karena selain spiritual dibutuhkan juga kekuatan fisik. "Taruhlah kita hitung tawaf tambah sai itu butuh 7 km jalan ditambah suhu yang panas itu kan tantangan," katanya.
Pun saat bermalam di Mina dengan jumlah jutaan orang itu akan luar biasa tantangannya. "Bagi yang tak punya kekuatan fisik itu ikut menjadi alasan yang sangat-sangat rasional," ujarnya.
Namun tentu tantangan ini tidak membuat tenaga kesehatan berkecil haci. Tenaga medis punya semangat besar dan berkoordinasi dengan baik. "Insya Allah kita akan memaksimalkan pelayanan kami terhadap para jamaah haji Indonesia," kata dia.