REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, terdapat sembilan masalah dunia pendidikan yang mendapat atensi. KPK pun terus menyorot sektor pendidikan agar berjalan secara bersih dan adil, terutama dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang dimulai hari ini di sejumlah wilayah.
"KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi terus melakukan pendampingan dan pengawasan dalam upaya-upaya pencegahan korupsi di daerah, termasuk pada perbaikan tata kelola dunia pendidikan sebagai salah satu sektor pelayanan publik," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan pada Senin (16/6/2025).
Budi menekankan, pendidikan merupakan salah satu dari empat sektor layanan publik (perizinan, pendidikan, kesehatan, serta kependudukan dan pencatatan sipil) yang berhubungan langsung dan banyak digunakan oleh masyarakat. Sehingga ini menjadi prioritas KPK untuk dilakukan upaya-upaya pencegahan korupsi.
"Secara umum beberapa permasalahan korupsi pada layanan publik adalah pemberian gratifikasi seperti membayar lebih agar layanan bisa dipercepat, adanya pemerasan atau pungutan liar, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, birokrasi yang rumit, pelayanan yang tidak responsif, sehingga minim kepuasan publik," ujar Budi.
KPK memetakan sembilan permasalahan dan kerawanan korupsi yang masih ditemukan pada pelaksanaan pelayanan publik pada sektor pendidikan. Pertama, penyuapan, pemerasan, gratifikasi saat penerimaan peserta didik baru. Kedua, kurangnya transparansi kuota dan persyaratan dalam penerimaan peserta didik baru. "Sehingga membuka celah penyuapan, pemerasan, gratifikasi," ujar Budi.
Ketiga ialah penyalahgunaan jalur masuk penerimaan peserta didik yang tidak sesuai (prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi/domisili). Keempat, untuk zonasi seringkali terjadi pemalsuan dokumen Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), melakukan perpindahan sementara; (Tahun 2025, zonasi diubah menjadi domisili).
"Kelima, untuk afirmasi data, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) banyak tidak sesuai, banyak yang sebenarnya mampu tapi masuk dalam DTSEN," ujar Budi.