Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya 'harta karun' dalam hal ini sumber daya mineral strategis yang memiliki nilai fantastis. Mineral strategis itu adalah mineral ikutan produksi timah atau sisa hasil produksi (SHP) timah.
Sebagaimana diketahui, mineral ikutan pada komoditas timah yang bernilai yaitu monasit karena mengandung Logam Tanah Jarang (LTJ). Tapi sayangnya, sisa hasil produksi timah itu justru dibuang begitu saja.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Utama PT Timah Tbk (TINS) Restu Widiyantoro. Ia bilang, selama ini perusahaan tidak menyadari nilai dari sisa hasil produksi timah. Akibatnya, mineral ikutan tersebut dibuang tanpa pemanfaatan yang lebih optimal.
"Kami sudah putuskan bahwa semua SHP yang selama ini dibuang di laut kami kumpulkan dan kami jaga untuk tahan untuk pengelolaan mineral ikutan atau hilirisasi di Timah nantinya," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI.
Restu mengatakan pihaknya baru saja mendapat arahan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto selaku Kepala Badan Industri Mineral untuk mulai mengelola mineral ikutan tersebut.
"Kami mendapat arahan dan bertemu langsung dan dikunjungi oleh Bapak Menteri Dikti, Menteri Pendidikan Tinggi. Baru empat hari yang lalu. Dan di situ alhamdulillah kami mendapat arahan untuk mulai mengelola SHP di Timah," katanya.
Oleh karena itu, mulai saat ini PT Timah akan mengubah praktik tersebut dengan mengumpulkan seluruh SHP untuk diolah lebih lanjut. Sayangnya, ia tak menjelaskan detil, apa mineral turunan timah tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, bahwa sisa hasil produksi timah yang selama ini dibuang cuma-cuma, ternyata mengandung mineral strategis bernilai tinggi.
Salah satunya komoditas yang kini jadi incaran banyak negara yakni logam tanah jarang. Bahlil menyebutkan saat ini pemerintah juga telah membentuk Badan Industri Mineral yang bertugas mengkaji nilai tambah dari hasil turunan timah, termasuk Logam Tanah Jarang.
"Makanya, Badan Industri Mineral sebagai lembaga pemerintah yang baru dibentuk akan bertugas untuk melakukan pengkajian terhadap nilai tambah daripada bagian hasil turunan dari processing timah. Yang di dalamnya adalah Logam Tanah Jarang dan ini harganya mahal sekali," kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Senin (29/9/2025).
Lantas, berapa harga LTJ yang digadang-gadang bernilai fantastis itu?
Sepanjang 2025, neodymium menjadi Logam Tanah Jarang dengan kenaikan harga paling signifikan. Dalam beberapa waktu terakhir, harganya melonjak tajam.
Mengutip Data Trading Economics, Senin (29/9/2025), harga neodymium stagnan di level CNY 785.000/ton atau sekitar Rp 1,84 miliar per ton.
Dalam sebulan terakhir, harga neodymium naik 0,66%, dan melonjak 47,42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, berdasarkan perdagangan kontrak berjangka (CFD) yang mencerminkan pasar acuan komoditas ini.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Harta Karun' di PT Timah Tinggal 20 Tahun Lagi