Ribut BBM Dicampur Etanol 3,5%, Bos Toyota Sampai Bingung

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana penggunaan bahan bakar campuran etanol atau E10 mulai mengemuka di Indonesia, seiring dorongan pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dan meningkatkan ketahanan energi nasional. Namun, perdebatan soal kandungan etanol dalam BBM justru memunculkan kontroversi, terutama setelah sejumlah SPBU swasta menolak pasokan Pertamina karena mengandung etanol 3,5%.

Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menanggapi hal ini dengan membandingkan Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah lebih maju dalam pemanfaatan bioetanol. Ia mengatakan bahwa hampir semua negara sudah menerapkan E10 hingga E20, bahkan di beberapa negara seperti Brasil dan Amerika Serikat, etanol digunakan hingga 100%.

"Di luar negeri itu sekarang hampir semua negara sudah menerapkan E10, E20, bahkan Thailand juga sudah bergerak dari E10 ke E20, di Amerika Serikat juga sudah menerapkan di beberapa negara bagian sampai E85. Di Brasil sampai E100," ujar Bob Azam dikutip Minggu (12/10/2025).

Indonesia seharusnya tidak perlu meributkan kandungan etanol sebesar 3,5%, karena dari sisi teknologi, industri otomotif di dalam negeri sudah sangat siap. Toyota sendiri sudah menyiapkan kendaraan yang kompatibel hingga E20.

Menurutnya, sebagian besar kendaraan di Indonesia, baik merek lokal maupun luar negeri, sudah bisa menggunakan BBM dengan kandungan etanol 10%.

Etanol. (Dok. Freepik)Foto: Etanol. (Dok. Freepik)
Etanol. (Dok. Freepik)

"Kita sendiri 20 tahun lalu sudah bisa bikin mesin bahan bakar etanol 100%. Makanya saya bingung kenapa sekarang kita ribut etanol 3,5%," kata Bob.

Indonesia tidak boleh menyesuaikan teknologi masa depan hanya demi kendaraan lama yang masih beroperasi di jalanan. Menurutnya, pendekatan semacam itu justru akan membuat negara tertinggal.

"Jadi jangan teknologi yang menyesuaikan sama mobil tua di jalan, nanti kita ketinggalan teknologi. Justru kita harus berevolusi menjadi kendaraan-kendaraan yang adaptif terhadap future bahan bakar," sebut Bob.

Jika permintaan etanol meningkat, maka petani akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan karena bahan bakunya berasal dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, dan sorgum.

"Tebu, jagung, cassava, sorghum. Itu kalau bisa berkembang baik, itu bisa menjadi pilar kedua pertumbuhan ekonomi kita setelah sawit. Jadi ada multiplier effect-nya," sebutnya.

Dari sisi teknis, Bob mengakui bahwa etanol memang memiliki kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan bensin. Namun, dampaknya terhadap performa kendaraan dalam campuran rendah sangat kecil dan tidak signifikan.

"Kalau E30 mungkin 1% lah energinya akan lebih rendah. Jadi kalau harganya Rp12.000, impact-nya kan cuma Rp120 perak. Tapi emisinya itu turun sampai 65%," ujarnya.


(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article BBM Pertamina Mengandung Etanol Bakal Ganggu Performa? Ini Kata ESDM

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |