Tren Industri Kilang Minyak Global di Era Transisi Energi

2 hours ago 1

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Sejumlah pihak memproyeksikan masa depan industri kilang minyak tidak dapat lagi dipertahankan. Proyeksi tersebut didasarkan atas kebijakan transisi energi yang mendorong agar pemanfaatan energi fosil termasuk minyak dikurangi atau bahkan ditiadakan. Terkait itu, seluruh kegiatan yang menjadi bagian dari rantai bisnis industri energi fosil termasuk industri kilang diproyeksikan akan segera berakhir.

Jika mencermati intensitas kegiatan kampanye transisi energi yang terus meningkat, proyeksi mengenai masa depan industri kilang minyak tersebut dapat dikatakan tidak berlebihan dan logis. Bahkan untuk Indonesia, salah satu Bank BUMN telah secara tegas memberikan komitmen untuk tidak lagi mendukung kegiatan industri energi fosil dengan menghentikan penyaluran kredit ke industri energi fosil.

Tren Industri Kilang Minyak Global
Berdasarkan data perkembangan industri kilang minyak global, proyeksi para penggiat transisi energi terhadap industri kilang relatif belum sesuai. Kapasitas dan output industri kilang minyak global justru dilaporkan meningkat pada periode dimana intensitas kampanye mengenai transisi energi terus meningkat.

Kapasitas kilang minyak global tercatat meningkat dari 97,92 juta barel per hari pada 2014 menjadi 104,52 juta barel per hari pada 2024. Selama kurun waktu 2014-2024, kapasitas kilang minyak global bertambah sebesar 6,59 juta barel per hari atau sekitar 6,74 %. Selain kapasitas yang meningkat, output industri kilang minyak global juga tercatat meningkat dari 77,61 juta barel per hari pada 2014 menjadi 82,97 barel per hari pada 2024.

Porsi distribusi penguasaan kapasitas kilang minyak global tercatat mengalami pergeseran. Pada periode 1960an-1990an sekitar 70 % - 83 % kapasitas kilang minyak global terdistribusi di wilayah Amerika, Eropa, dan CIS.

Sekitar 17 % - 30 % kapasitas kilang minyak global pada periode yang sama terdistribusi di wilayah Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika. Sementara, pada tahun 2024, sekitar 51 % kapasitas terpasang kilang minyak global terdistribusi di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika dan 49 % sisanya terdistribusi di Amerika, Eropa, dan CIS.

Selama periode 2014-2024, rata-rata kapasitas kilang minyak global tumbuh sekitar 0,70 % per tahun. Kapasitas kilang pada sejumlah wilayah pada kurun waktu yang sama tercatat mengalami peningkatan.

Kapasitas kilang pada wilayah Amerika Utara, CIS, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Pasifik selama periode tersebut rata-rata meningkat sebesar 0,23 %, 0,50 %, 2,70 %, 0,40 %, dan 1,04 % per tahun. Porsi kapasitas kilang dari kelima wilayah tersebut sekitar 79,61 % terhadap total kapasitas kilang minyak global tahun 2024.

Selain terdapat wilayah yang mengalami peningkatan kapasitas, data juga menunjukkan terdapat wilayah yang mengalami penurunan kapasitas kilang minyak. Wilayah Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Eropa tercatat mengalami penurunan kapasitas kilang minyak.

Selama kurun 2014-2024 kapasitas kilang minyak di wilayah Amerika Selatan dan Amerika Tengah rata-rata turun sekitar 0,07 %. Sementara, kapasitas kilang minyak di wilayah Eropa pada periode yang sama turun sekitar 0,53 % per tahun.

Kapasitas kilang minyak di wilayah Amerika Selatan dan Amerika Tengah turun dari 6,34 juta barel per hari pada 2014 menjadi 6,29 juta barel per hari pada 2024. Sementara, kapasitas kilang minyak wilayah Eropa turun dari 15,84 juta barel per hari pada 2014 menjadi 15,01 juta barel per hari pada 2024. Porsi kapasitas kilang Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Eropa sekitar 20,39 % terhadap total kapasitas kilang minyak global tahun 2024.

Industri Kilang Minyak Nasional
Industri kilang minyak masih dan tetap memiliki peran penting dalam ketahanan energi dan ekonomi nasional. Polemik penyesuaian kebijakan impor BBM untuk SPBU swasta dalam beberapa waktu terakhir menegaskan keberadaan kilang minyak memiliki peran penting dalam ketahanan energi nasional. Porsi BBM dalam bauran energi sektor transportasi tahun 2024 yang tercatat sebesar 99,89 % menegaskan peran penting tersebut.

Meskipun memiliki peran penting, industri kilang minyak di Indonesia tercatat menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya dihadapkan pada pasar BBM nasional dengan kondisi regulated market, sebagian besar volume BBM yang diperdagangkan merupakan BBM subsidi dan/atau BBM kompensasi. Kondisi tersebut menyebabkan industri kilang minyak di Indonesia relatif sulit untuk dapat memperoleh margin usaha yang wajar.

Kebutuhan anggaran investasi yang besar sementara margin yang diperoleh relatif belum kompetitif, menyebabkan industri kilang minyak tidak menjadi pilihan utama. Berdasarkan data, rata-rata pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 100 ribu barel per hari memerlukan investasi antara 7,5 - 8 miliar USD atau sekitar Rp 123 triliun - Rp 132 triliun.

Jika mengacu pada konsumsi BBM saat ini sekitar 1,6 juta barel per hari, Indonesia paling tidak harus memiliki kilang minyak dengan kapasitas sekitar 2 juta barel per hari jika menghendaki untuk tidak melakukan impor BBM. Dengan kapasitas kilang minyak saat ini sekitar 1.148 ribu barel per hari, Indonesia setidaknya memerlukan tambahan kapasitas sekitar 852 ribu barel per hari atau setara dengan kebutuhan investasi sekitar Rp 1.054 triliun - Rp 1.125 triliun.

Mencermati perkembangan dan tren industri kilang pada era transisi energi, peremajaan kilang minyak nasional baik melalui GRR maupun RDMP mendesak untuk segera dilakukan.

Peremajaan tidak hanya penting untuk menambah kapasitas kilang, tetapi juga penting untuk meningkatkan kualitas produk, efisiensi biaya produksi, menghasilkan produk bernilai tambah lebih tinggi, lebih fleksibel dan adaptif dengan kebutuhan pasar, dan berpotensi memiliki aspek HSSE (Health, Safety, Security, dan Environment) yang lebih baik.

Dengan kebutuhan investasi besar dan margin yang belum kompetitif, peremajaan kilang minyak nasional memerlukan political will dan dukungan kebijakan baik fiskal dan non fiskal dari seluruh stakeholder pengambil kebijakan.

Terkait kebutuhan anggaran investasi yang cukup besar, kolaborasi diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan kilang. Akan tetapi dari sejumlah rencana kerja sama yang pernah akan dilakukan, calon mitra seperti Saudi, Iran, dan Kuwait justru mengundurkan diri.

Permintaan insentif fiskal yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah disampaikan menjadi penyebab utama sejumlah calon mitra dalam pembangunan kilang minyak tersebut mundur. Semoga para stakeholder pengambil kebijakan dapat memberikan terobosan kebijakan agar peremajaan kilang minyak nasional dapat segera dilakukan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |