CNN Indonesia
Senin, 07 Apr 2025 14:15 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Jumlah korban tewas gempa bumi Magnitudo 7,7 di Myanmar kini tembus lebih dari 3.500 jiwa. Angka tersebut dilaporkan per Minggu (6/4) atau sekitar sembilan hari sejak gempa terjadi dan menghancurkan negara tersebut.
Myanmar Now melaporkan korban tewas gempa tersebut kini mencapai 3.564 jiwa, kemudian 5.012 orang terluka, dan 210 orang masih dilaporkan hilang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gempa berkekuatan Magnitudo 7,7 melanda Myanmar pada 28 Maret, meluluhlantakkan bangunan, memutus aliran listrik, dan menghancurkan jembatan serta jalan di seluruh negeri.
Kerusakan sangat parah di kota Sagaing dekat episentrum, serta di Mandalay, kota kedua Myanmar dengan lebih dari 1,7 juta penduduk.
Gempa susulan juga terus berlanjut hingga seminggu setelah gempa awal, dengan gempa berkekuatan 4,7 skala Richter melanda tepat di selatan Mandalay pada Jumat malam, menurut Survei Geologi Amerika Serikat.
AFP pada Minggu (6/4) memberitakan hujan menjadi tantangan baru bagi Myanmar untuk menyalurkan upaya bantuan kepada masyarakat, termasuk usaha evakuasi jenazah.
Upaya internasional untuk memberikan bantuan gempa di negara Asia Tenggara berpenduduk lebih dari 50 juta orang itu telah dipersulit jaringan komunikasi yang tidak dapat diandalkan dan infrastruktur yang rusak parah akibat perang saudara selama empat tahun.
Bahkan sebelum gempa baru-baru ini, krisis kemanusiaan di negara itu sudah parah, dengan konflik multipihak yang terus-menerus menyebabkan 3,5 juta orang mengungsi, menurut PBB.
PBB mengatakan pada Jumat (4/4) bahwa sejak gempa bumi, junta terus melakukan lusinan serangan terhadap kelompok pemberontak, termasuk sedikitnya 16 serangan sejak Rabu (2/4) ketika pemerintah militer mengumumkan gencatan senjata sementara.
Myanmar telah diperintah pemimpin junta Min Aung Hlaing sejak 2021, ketika militernya merebut kekuasaan dalam kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi.
Min Aung Hlaing berada di Bangkok pada Kamis (3/4) dan Jumat (4/4), dalam perjalanan luar negeri yang jarang terjadi untuk menghadiri pertemuan puncak regional yang mempertemukannya dengan para pemimpin, termasuk perdana menteri Thailand dan India.
Kehadiran Min Aung Hlaing di pertemuan puncak tersebut memicu protes, dengan para demonstran di tempat tersebut memajang spanduk yang menyebutnya sebagai "pembunuh" dan kelompok anti-junta mengecam keterlibatannya.
(afp/chri)