Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah mengatakan pengurangan ukuran rumah subsidi belum diputuskan oleh pemerintah. “Sebenarnya itu belum diputuskan,” kata Fahri saat ditemui di Cibubur, Jawa Barat, Ahad (1/6/2025).
Sebelumnya diberitakan melalui draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, pemerintah berencana untuk memperkecil luas tanah dan bangunan rumah subsidi. Untuk rumah tapak, luas tanah paling kecil akan menjadi 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara, luas bangunan diatur paling rendah 18 meter persegi dan paling luas 36 meter persegi.
Namun, Fahri mengungkapkan, kini pemerintah justru tengah mempertimbangkan untuk memperluas ukuran rumah subsidi tersebut.
“Sebenarnya itu belum diputuskan. Karena yang benar adalah justru ukurannya dibesarkan. Jadi ada perdebatan itu, yang benar adalah harusnya ukurannya dibesarkan. Dari ukuran yang sekarang itu 36, 40, paling tidak 40 meter persegi,” kata Fahri.
Menurut Fahri, pemerintah berencana untuk memperluas lahan dan bangunan rumah subsidi sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SGDs).
“Kita mau justru arahnya ke sana. Sebab standar bagi SDGs itu kira-kira 7,2 meter persegi. Itu SDGs ya, kita harus pakai itu. Tidak boleh dikecilkan itu karena itu standarnya. Kalau rumah itu mau dinyatakan layak, maka kita harus pakai SDGs,” ujar Fahri.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa tren untuk perumahan ke depan adalah rumah vertikal seperti rumah susun (rusun), mengingat harga tanah yang kian mahal serta upaya pemerintah memaksimalkan tanah guna memproduksi dan melakukan swasembada pangan.
“Maka orientasi kita adalah membangun rumah vertikal, rumah susun, flat, apartemen dan sebagainya. Pokoknya, ukurannya harus kita sesuaikan dengan standar rumah layak menurut PBB. Ini yang kita pakai nanti ke depan,” kata Fahri.
sumber : Antara