Wakil Ketua MPR: Indonesia Darurat Sampah, Produksi 56 Juta Ton Sampah

4 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air harus ditegakkan di lapangan. Regulasi itu menjadi payung hukum yang solutif dalam menghadapi berbagai permasalahan air.

Lahirnya UU tersebut melalui sejumlah pertimbangan dan kajian matang. Salah satunya, air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia.

"Kita sudah merencanakan dengan baik. Kita punya Undang-Undang yang baik. Kita lakukan pengawasan, tetapi penegakan hukumnya, saya kira harus tegas dan konsekuen," kata Eddy dalam diskusi ESGnow Movement Climate Talk Republika, di Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Ahad (28/9/2025).

Wakil ketua umum DPP PAN tersebut menerangkan, pernyataan yang disampaikannya berbasis data. Menurut Eddy, masalah terbesar saat ini adalah darurat sampah. Setiap tahun Indonesia memproduksi 56 juta ton sampah.

Dari jumlah itu, sekitar 40 persen masih bisa dikelola lagi. Namun, 60 persen sisanya belum diolah. Sekitar 20 persen dari sisa yang belum diolah, dibuang ke lahan kosong tempat pembuangan akhir (TPA).

Eddy menyebutkan, rata-rata 85-90 persen TPA sampah sudah penuh. "Sisanya di mana? Ya, di tempat umum, di bantaran kali, di sungai-sungai. Makanya tidak ada sungai yang saat ini tidak tercemar," ujarnya.

Menurut Eddy, saat ini 60 persen sungai di Indonesia telah tercemar. Penyebab terbesar datang dari aktivitas rumah tangga. "Yang masak membuang minyak jelantahnya, yang mencuci dengan deterjen. Belum lagi kotoran manusia, mohon maaf, dan lain-lain. Belum lagi nanti industri dan lain-lain," ucap Eddy.

Dia menambahkan, industri yang menyebabkan pencemaran sungai juga beragam. Mulai dari industri pengolahan, pertambangan, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Eddy menegaskan, karena itu, saat ini dibutuhkan kerja sama antarinstansi terkait untuk mencari langkah solutif.

Para wakil rakyat di Senayan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga, komunitas, media, dan sebagainya. Dengan demikian, kata Eddy, tugas mengurusi sungai tidak hanya dibebankan kepada satu pihak seperti pemerintah daerah. Semua orang memiliki tanggung jawab yang sama.

Di awal pernyataannya, Eddy mengajak semua pendengar untuk sejenak berpikir ke belakang. Menurut dia, sungai adalah urat nadi peradaban. "Kalau kita lihat zaman dulu, tidak ada peradaban yang tumbuh di luar air, dalam hal ini terutama sungai," katanya.

Eddy mencontohkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan yang berada di jalur Sungai Musi. Itu merupakan kerajaan besar di sektor maritim. Begitu juga dengan Kerajaan Kutai yang berada di jalur Sungai Mahakam.

Dari fakta tersebut, jelas Eddy, sungai merupakan salah satu aset terbesar dalam membangun peradaban dan kehidupan. Namun, dalam perjalanannya, terdapat permasalahan di lapangan yang harus segera dibenahi.

Read Entire Article
Perekonomian | Teknologi | Alam | Otomotif | Edukasi | Lifestyle |