REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat layanan digital banking telah mendominasi 99,1 persen dari total transaksi. Kurang dari satu persen sisanya masih dilakukan di outlet konvensional.
Corporate Secretary BRI Dhanny menyebut, optimalisasi jaringan e-channel maupun layanan digital menjadi fondasi penting dalam memperkokoh peran BRI. "Seluruh kanal yang ada menjadi pilihan utama nasabah dalam bertransaksi dengan mudah, cepat, dan aman," katanya dikutip di Jakarta Ahad (28/9/2025).
Ekosistem digital BRI mencakup ATM, CRM, BRILink, Internet Banking, dan superapp BRImo. Kanal-kanal tersebut saling melengkapi untuk menghadirkan akses merata, baik di perkotaan maupun di pelosok desa.
Hingga Agustus 2025, jumlah AgenBRILink menembus lebih dari 1 juta agen di 66.691 desa, setara 80,96 persen dari total desa di Indonesia. Volume transaksi melalui agen ini mencapai Rp 1.145,22 triliun dengan total lebih dari 734 juta transaksi.
Sementara itu, pengguna aplikasi BRImo tumbuh 20,35 persen secara tahunan menjadi 43,9 juta. Nilai transaksi BRImo naik 25,05 persen menjadi Rp 4.436,49 triliun dengan jumlah transaksi mencapai 3,51 miliar.
Dilengkapi lebih dari 100 fitur, superapp BRImo memudahkan nasabah mengakses berbagai layanan dalam satu genggaman. Mulai dari isi saldo Brizzi, top up e-wallet, hingga pembayaran tagihan listrik, air, dan internet melalui Briva.
"Ke depan, BRI pun akan terus memperkuat ekosistem digital agar semakin relevan sebagai solusi menjawab kebutuhan transaksi masyarakat," ujar Dhanny.
Sementara itu, Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN mencabut keterangan ihwal rencana kenaikan bunga deposito dolar AS menjadi 4 persen dari situs resmi mereka. Pengumuman serentak pada 24 September lalu kini tidak lagi dapat diakses, dan hingga Ahad (28/9/2025) belum ada konfirmasi lanjutan dari Himpunan Bank Negara (Himbara).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak pernah menginstruksikan perbankan menaikkan bunga deposito dolar. Dia menyebut, isu itu hanya kesalahpahaman pasar.