Jakarta, CNN Indonesia --
Parlemen Austria diperkirakan bakal menyetujui larangan penggunaan hijab di lingkungan sekolah.
Pada Kamis (10/11) anggota parlemen Austria akan melakukan pemungutan suara untuk rancangan undang-undang (RUU) yang melarang penggunaan jilbab di sekolah bagi anak perempuan di bawah usia 14 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU ini diusulkan awal tahun ini, yang dinilai sebagai upaya untuk melindungi anak-anak perempuan "dari penindasan".
"Ketika seorang gadis diberi tahu bahwa dia harus menutupi tubuhnya untuk melindungi dirinya dari pandangan laki-laki, itu bukanlah ritual keagamaan, melainkan penindasan," kata Menteri Integrasi Claudia Plakolm saat mempresentasikan RUU tersebut.
Plakolm mengatakan larangan menggunakan hijab, termasuk burqa, akan berlaku mulai awal tahun ajaran baru pada September mendatang.
Pada Februari, sosialisasi bakal dilakukan terhadap para guru, orang tua, dan murid. Penerapan awal aturan selanjutnya akan berlaku, tanpa sanksi bagi yang melanggar.
Namun, jika pelanggaran terjadi berulang kali, orang tua murid akan didenda mulai dari 150 hingga 800 euro (sekitar Rp3-15 juta).
Organisasi-organisasi hak asasi manusia telah mengkritik RUU tersebut karena dinilai sebagai "ekspresi rasisme anti-Muslim".
"[Larangan tersebut] merupakan diskriminasi terang-terangan terhadap gadis-gadis Muslim," demikian pernyataan Amnesty International Austria, seperti dikutip AFP.
Amnesty memperingatkan kebijakan ini berisiko "memperburuk prasangka dan stereotip yang sudah ada terhadap umat Islam."
Senada, komunitas Muslim di Austria, IGGOe, juga menganggap larangan ini "membahayakan kohesi sosial" dan malah menstigmatisasi serta meminggirkan anak-anak Muslim, alih-alih memberdayakan mereka.
Sementara itu, menurut Partai Kebebasan (FPOe) selaku partai sayap kanan ekstrem Austria, larangan ini masih belum cukup karena belum mencakup seluruh siswa, guru, dan staf.
Pada 2019, Austria pernah melarang hijab di sekolah dasar (SD). Mahkamah Konstitusional (MK) kemudian membatalkan undang-undang larangan tersebut karena dianggap inkonstitusional dan diskriminatif.
Koalisi pemerintah saat ini meyakini RUU kali ini tak akan dibatalkan karena menjamin hak-hak anak.
Namun demikian, pakar hukum konstitusi Heinz Mayer sangsi bahwa larangan ini bisa dianggap konstitusional mengingat MK pada 2020 menyatakan bahwa "satu agama sedang didiskriminasi" melalui undang-undang tersebut.
(blq/bac)

4 hours ago
2
















































