REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 198 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) telah mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) per 30 September 2025. Angka itu lebih tinggi dibandingkan data sebelumnya yang disampaikan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari, yakni 35 unit.
Meski begitu, jumlah tersebut masih sangat rendah dibandingkan jumlah SPPG yang terlah beroperasi. Berdasarkan data dari situs web BGN, jumlah SPPG yang telah beroperasi memcapai 9.687 unit per 2 Oktober 2025 pukul 01.00 WIB. Artinya, baru 2,04 persen SPPG yang mengantongi SLHS.
“Sampai 30 September 2025, sudah terlapor 198 SPPG yang secara resmi memenuhi standar higiene dan sanitasi, dibuktikan dengan kepemilikan SLHS. Jumlah ini tersebar di Wilayah I sebanyak 102 SPPG, Wilayah II 35 SPPG, dan Wilayah III 61 SPPG,” kata Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang melalui keterangannya, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Mengutip situs web Kementerian Kesehatan (Kemenkes), SLHS yang dikeluarkan pemerintah daerah sebagai bukti tertulis terhadap restoran/rumah makan, jasa noga/katering, sepot air minum, makanan jajanan, kantin institusi, sentra jajanan, dan kantin sekolah yang telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, BGN baru mewajibkan SPPG mengantongi SLHS pada pekan lalu, ketika program Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah berjalan sekitar sembilan bulan.
Nanik mengatakan, pihaknya berkomitmen menjaga keamanan dan kualitas MBG yang diproduksi SPPG. Karena itu, SLHS menjadi salah persyaratan wajib yang ditetapkan BGN untuk memastikan standar kesehatan dan kebersihan dalam proses produksi MBG.
“Kami mendorong SPPG yang sudah operasional agar segera mengurus penerbitan SLHS hingga Oktober 2025. Ini menyangkut keamanan pangan dan perlindungan penerima manfaat, sehingga harus diprioritaskan. Kami juga terus memonitor perkembangan sertifikasi SPPG setiap hari,” kata dia.
Tak hanya itu, BGN juga meminta SPPG mengurus sertifikasi lain seperti HACCP, NKV, hingga sertifikasi halal. Saat ini, terdapat 26 SPPG yang memiliki HACCP, 15 SPPG tersertifikasi NKV, 106 SPPG memiliki HSP, 23 SPPG bersertifikat ISO 22000, 20 SPPG tersertifikasi ISO 45001, dan 34 SPPG mengantongi sertifikat halal.
Sertifikasi itu dinilai penting sebagai standar penyelenggaraan program MBG agar meminimalisasi risiko kontaminasi dan gangguan kesehatan. "Harapannya, langkah ini bisa membangun kepercayaan penerima manfaat dan masyarakat bahwa BGN berkomitmen mewujudkan zero accident,” ujar Nanik.
Sebelumnya, dalam konferensi pers yang dilakukan di Kantor BGN pada Jumat (26/9/2025), seluruh mitra diberikan tenggat waktu sebulan untuk segera melengkapi SLHS, sertifikat halal, dan sertifikat untuk penggunaan air yang layak pakai. BGN mengancam bakal menutup satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang tidak bisa melengkapi tiga persyaratan itu.
"Saya ulang, kalau dalam satu bulan kepada para mitra di seluruh Indonesia, kalau anda semua tidak memenuhi, tidak mempunyai sertifikat SLHS, sertifikat halal, dan juga sertifikat untuk kelayakan air yang bisa dikonsumsi, kami akan menutup. Mohon maaf," kata Nanik, pekan lalu.
Diketahui, saat ini kasus dugaan keracunan akibat program MBG masih terus terjadi di berbagai daerah. Berdasarkan data BGN hingga 25 September 2025, total terdapat 70 kasus dugaan keracunan akibat MBG. Dari total kasus itu, terdapat 5.914 orang yang terdampak.